SUPERVISI
AKADEMIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU MENYUSUN RPP DAN
MENGIMPLEMENTASIKANNYA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMPN 1 WUNGU KABUPATEN
MADIUN TAHUN 2010
Oleh : Dra. Endang Sri
Hastuti, M.Pd.
ABSTRAK
Kata Kunci :
Supervisi Akademik, RPP, Implementasi, Proses
.Pembelajaran
Di SMP Negeri 1
Wungu, sebagian besar guru mata pelajaran belum menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) seperti yang diamanatkan dalam Permendiknas Nomor 41 tahun
2007. Perangkat pembelajaran
yang dimiliki oleh guru mulai dari silabus, RPP, dll masih merupakan produk
dari MGMP. Nampaknya semua perangkat pembelajaran itu hanya sebagai persyaratan
administratif, ketika pada awal semester Kepala Sekolah harus meminta semua
guru mengumpulkan perangkat pembelajaran untuk ditanda tangani. Semua perangkat
yang sudah ditandatangi Kepala Sekolah diartikan bahwa semua persyaratan
administratif sudah terpenuhi. Sehingga pelaksanaan pembelajaran sudah tidak
mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang disusun. Karena memang RPP
hasil dari MGMP belum tentu sesuai untuk diterapkan di kelas yang mereka ajar,
karena situasi dan kondisinya berbeda.
Untuk
itu diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi masalah di atas, salah satunya
dengan supervisi akademik baik secara kelompok maupun secara individual. Pada
awal siklus 1 dilakukan supervisi akademik secara kelompok yang membahas
bagaimana cara menyusun RPP yang lengkap dan sistematis, kemudian
mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran. Siklus 2 diawali dengan
supervisi akademik secara individual dan siklus 3 dilakukan supervisi akademik
secara individual pula.
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh manakah pengaruh supervisi
akademik dapat meningkatkan kemampuan guru menyusun RPP dan
mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan dilaksanakannya supervisi
akademik,kemampuan guru dalam menyusun RPP mengalami peningkatan, demikian pula
dalam mengimplementasikan RPP yang disusun dalam proses pembelajaran juga
meningkat.
Latar Belakang Masalah
Dalam pencapaian standar isi (SI) yang memuat standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai oleh peserta didik
setelah melalui pembelajaran dalam jenjang dan waktu tertentu, sehingga pada
gilirannya mencapai standar kompetensi lulusan (SKL) setelah menyelesaikan
pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu secara tuntas secara optimal,
perlu didukung oleh berbagai standar lainnya dalam sebuah sistem yang utuh.
Salah satu standar tersebut adalah standar proses.
Standar proses mengisyaratkan bahwa guru diharapkan dapat
mengembangkan perencanaan pembelajaran, yang kemudian dipertegas melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007
tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses
pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk
mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), khususnya pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah jalur formal, baik yang menerapkan sistem paket
maupun sistem kredit semester (SKS).
Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP
secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Perencanaan pembelajaran merupakan bagian penting dalam
pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Melalui perencanaan pembelajaran yang baik, guru akan lebih mudah dalam
melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam
belajar. Perencanaan pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik peserta didik, sekolah, mata pelajaran, dsb.
Tetapi dalam kenyataan yang ada, terutama di SMP Negeri 1 Wungu, sebagian
besar guru mata pelajaran belum menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
seperti yang diamanatkan dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007. Perangkat
pembelajaran yang dimiliki oleh guru mulai dari silabus, RPP, dll masih
merupakan produk dari MGMP. Nampaknya semua perangkat pembelajaran itu hanya
sebagai persyaratan administratif, ketika pada awal semester Kepala Sekolah
harus meminta semua guru mengumpulkan perangkat pembelajaran untuk ditanda
tangani. Semua perangkat yang sudah ditandatangi Kepala Sekolah diartikan bahwa
semua persyaratan administratif sudah terpenuhi. Sehingga pelaksanaan
pembelajaran sudah tidak mengacu pada RPP yang disusun. Karena memang RPP hasil
dari MGMP belum tentu sesuai untuk diterapkan di kelas yang mereka ajar, karena
situasi dan kondisinya berbeda.
Untuk mengubah pola berpikir guru tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Terutama untuk guru-guru yang senior, yang sudah puluhan tahun mengajar
dengan cara dan gaya yang stagnan. Ketika diharuskan membuat RPP memang mereka
hanya sekedar membuat, tetapi hanya untuk ditunjukkan kepada Kepala Sekolah
bahwa mereka telah membuat. Sebagian besar guru mata pelajaran belum mengimplementasikan
RPP yang disusun dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis berupaya untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam menyusun RPP beserta implementasi dari RPP yang disusun
melalui Supervisi Akademik.
Supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan untuk membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan
pembelajaran (Glickman, 1981). Sering dijumpai adanya seorang kepala sekolah dalam
melakukan supervisi akademik hanya datang ke sekolah dengan membawa instrument
pengukuran unjuk kerja. Kemudian masuk kelas melakukan pengukuran terhadap
unjuk kerja guru yang sedang mengajar. Setelah itu selesai, seakan-akan
supervisi akademik sama dengan pengukuran guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Esensi supervisi akademik sama sekali bukan untuk menilai unjuk kerja guru
dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan
kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa
terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran.
Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu
proses estimasi kualitas unjuk kerja, merupakan bagian integral dari
serangkaian kegiatan supervisi akademik, sehingga bisa ditetapkan aspek yang
perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya.
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalahnya
sebagai berikut :
1. Apakah supervisi akademik
dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran ?
2. Apakah supervisi akademik
dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengimplementasikan Rencana
pelaksanaan Pembelajaran dalam proses pembelajaran ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bahwa :
1. Supervisi akademik dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
yang lengkap dan sistematis.
2. Supervisi akademik dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam mengimplementasikan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang disusun dalam proses pembelajaran.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
pihak, terutama bagi para praktisi pendidikan guru, kepala sekolah, dan
pengawas. Manfaatnya adalah sebagai berikut :
1. Guru lebih meningkatkan
kemampuan dalam penyusunan RPP, karena dengan adanya RPP guru lebih dipermudah
dalam melaksanakan proses pembelajaran.
2. RPP yang terencana dengan
baik akan membuat proses pembelajaran
menjadi interaktif, inspiratif, menantang, memotivasi dan menyenangkan siswa.
3. Kepala sekolah dapat lebih
meningkatkan kegiatan supervisi akademik untuk meningkatkan potensi dan
kinerja guru.
4. Pengawas dapat memberikan
pembinaan kepada kepala sekolah maupun kepada guru, bahwa dengan supervisi
akademik peningkatan kinerja maupun potensi guru akan dapat lebih ditingkatkan.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Wungu Kabupaten Madiun.
Alasan pemilihan tempat penelitian ini karena penulis bertugas sebagai kepala
sekolah di sekolah tersebut. Dengan demikian selama pelaksanaan penelitian
berlangsung tidak mengganggu tugas kedinasan, karena obyek penelitian berada di
tempat penulis bertugas. Selain itu tugas supervisi kepala sekolah langsung
dapat dilaporkan sebagai hasil penelitian tindakan sekolah (PTS).
SMP Negeri 1 Wungu Kabupaten Madiun mempunyai siswa sejumlah 585 yang
terdiri atas 21 kelas, dengan rincian 7 kelas siswa kelas VII, 7 kelas siswa
kelas VIII dan 7 kelas siswa kelas IX. Jumlah guru 42 orang, 95 % sudah berkualifikasi sarjana pendidikan.
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 18 Juni 2011 sampai dengan 18
September 2011
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah semua guru mata pelajaran yang
ada di SMP Negeri 1 Wungu.
Prosedur Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan sekolah ini dilakukan dalam tiga siklus, yaitu siklus
pertama, kedua dan ketiga. Ketiga siklus tersebut ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam menyusun RPP yang lengkap dan sistematis, serta
implementasi dalam proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang disusun. Disain
penelitian tindakan sekolah (PTS) ini adalah sebagai berikut
a.
Refleksi Awal
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah berkaitan dengan kemampuan
guru dalam menyusun RPP yang lengkap dan sistematis, serta implementasinya
dalam proses pembelajaran.
b.
Perencanaan Tindakan
Masalah yang ditemukan akan diatasi dengan melakukan langkah-langkah
perencanaan tindakan siklus 1 dengan melakukan supervisi akademik secara
kelompok, menyiapkan lembar observasi berupa APKG (Alat Penilaian Kemampuan
Guru). Pada siklus 2 dilakukan supervisi akademik secara individual, demikian
juga dengan siklus 3 dilakukan supervisi akademik secara individual tetapi
dengan cara yang berbeda dengan siklus 2.
c.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan berupa pelaksanaan kegiatan supervisi akademik
secara kelompok dengan menyampaikan pedoman penyusunan RPP seperti yang
terdapat dalam permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses secara
klasikal kepada semua guru mata pelajaran. Setelah diberi waktu satu minggu
kepada guru untuk menyusun satu RPP yang nantinya akan diimplementasikan dalam
proses pembelajaran, selanjutnya dilakukan pendataan tentang RPP yang sudah
disusun oleh masing-masing guru. Guru dijadwal untuk disupervisi oleh kepala
sekolah untuk mengimplementasikan RPP yang sudah disusun.
d.
Observasi, refleksi dan
evaluasi
Dalam tahap observasi peneliti akan mengamati masing-masing guru di dalam
kelas dalam pelaksanaan implementasi RPP dalam proses pembelajaran. Setelah
mendapatkan data hasil observasi, dilakukan refleksi dan evaluasi untuk
pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya.
e.
Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan langsung oleh peneliti dengan
menggunakan penilaian dokumentasi dari RPP yang sudah disusun oleh guru mata
pelajaran dan observasi terhadap guru dalam mengimplementasikan RPP yang sudah
disusun dalam proses pembelajaran.
f.
Analisa Data
Data yang sudah terkumpul dianalisa secara kualitatif dengan
mendeskripsikan data yang ada pada siklus 1, 2 dan 3.
g.
Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dinyatakan berhasil apabila guru sudah menyusun RPP yang
lengkap dan sistematis serta dapat mengimplementasikan RPP dalam proses
pembelajaran sesuai dengan standar proses jumlahnya mencapai 80 % dari seluruh
guru yang ada.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil refleksi awal pada saat penulis sebagai kepala
sekolah yang pada awal tahun pelajaran meminta semua guru untuk mengumpulkan
perangkat pembelajaran, hampir sebagian besar guru sudah mengumpulkan RPP yang
sudah dijilid rapi untuk pelaksanaan 1 semester. Bahkan ada yang sudah untuk
pelaksanaan 1 tahun pelajaran.
Ketika ditanyakan apakah RPP itu disusun sendiri
oleh masing-masing guru atau kelompok guru, mereka menjawab bahwa itu adalah
hasil penyusunan dalam kegiatan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) di
kabupaten. Ternyata masih banyak anggapan bahwa penyusunan RPP itu hanya
sekedar untuk memenuhi persyaratan akademis saja. Dan itu memang benar
terbukti, ketika penulis mengamati salah satu orang guru untuk melaksanakan
proses pembelajaran, yang ditampilkan saat proses pembelajaran sama sekali
tidak sesuai dengan RPP yang sudah disusun. Proses pembelajaran merupakan
proses yang diatur dan ditata menurut langkah-langkah tertentu agar dalam
pelaksanannya dapat mencapai hasil yang diharapkan. Pengaturan-pengaturan ini
mestinya dituangkan dalam bentuk RPP. Guru seharusnya memprediksi apa yang
perlu dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan. Memang dalam pelaksanaan
bisa saja terjadi perbedaan karena pembelajaran itu bersifat situasional, bergantung
pada karakteristik siswa. Tetapi bila perencanaan disusun dengan matang, maka
proses maupun hasilnya tidak akan terlalu jauh berbeda dari apa yang sudah
direncanakan. Keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh rencana
yang dibuat oleh guru. Karena itu penyusunan RPP benar-benar harus disusun
secara lengkap dan sistematis mengacu pada ketentuan yang sudah ditetapkan
dalam panduan penyusunan RPP.
Setelah dilaksanakan supervisi akademik secara
kelompok dengan pembahasan mengenai aturan-aturan dalam penyusunan RPP yang
lengkap dan sistematis, mengacu pada pedoman penyusunan RPP, maupun pembahasan
tentang pengimplementasian RPP dalam proses pembelajaran yang mengacu pada
standar proses, ternyata guru yang melaksanakan penyusunan RPP dan mengimplementasikan
dalam proses pembelajaran hanya sejumlah 5 orang saja. Yang lainnya masih
terdapat kekurangan di beberapa item pengamatan. Hasil selengkapnya mulai dari
siklus 1 sampai dengan siklus 2 untuk pengamatan tentang penyusunan RPP adalah
sebagai berikut.
HASIL OBSERVASI
PENYUSUNAN RPP
SIKLUS I,II DAN
III
No
|
Komponen RPP
|
Jumlah Guru
Siklus
|
||
1
|
2
|
3
|
||
1
|
Identitas mata
pelajaran sesuai dengan panduan
|
42
|
42
|
42
|
2
|
Standar
Kompetensi sesuai dengan silabus
|
42
|
42
|
42
|
3
|
Kompetensi Dasar
sesuai dengan silabus
|
42
|
42
|
42
|
4
|
Indikator sesuai
dengan silabus
|
15
|
42
|
42
|
5
|
Tujuan
pembelajaran mengacu pada indikator
|
7
|
13
|
30
|
6
|
Materi ajar
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
|
5
|
17
|
29
|
7
|
Alokasi waktu
sesuai dengan silabus
|
5
|
42
|
42
|
8
|
Metode pembelajaran
bervariasi disesuaikan dengan karakteristik indikator yang akan dicapai
|
5
|
15
|
30
|
9
|
Kegiatan
pendahuluan dapat membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian siswa
|
20
|
27
|
37
|
10
|
Kegiatan inti
meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
Langkah-langkah
pembelajaran mencerminkan uraian dari metode pembelajaran yang sudah
ditetapkan
|
25
|
30
|
40
|
11
|
Kegiatan penutup
mengakhiri pembelajaran dalam bentuk simpulan, penilaian, refleksi, umpan
balik, atau tindak lanjut
|
21
|
32
|
37
|
12
|
Prosedur dan
instrumen penilaian sesuai dengan silabus
|
22
|
28
|
38
|
13
|
Instrumen
penilaian ditulis lengkap
|
5
|
20
|
34
|
14
|
Kunci jawaban dan
pedoman penskoran dicantumkan
|
5
|
20
|
34
|
15
|
Sumber belajar
sesuai dengan silabus
|
17
|
42
|
42
|
Hasil observasi tentang
penyusunan RPP setelah dilaksanakannya supervisi akademik secara kelompok menunjukkan
bahwa untuk mencantumkan identitas, Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar
semua guru sudah melaksanakan sesuai dengan panduan. Hal ini disebabkan karena
semua itu tinggal mencontoh dari apa yang sudah ada di silabus, sehingga tidak
ada masalah berkaitan dengan hal tersebut.
Indikator yang merupakan
acuan untuk menilai siswa apakah sudah menguasai kompetensi dasar yang
dipelajari atau belum, ternyata pada siklus 1 baru sejumlah 17 orang guru yang
sudah mencantumkan indikator sesuai dengan silabus. Setelah dilaksanakan
supervisi akademik secara individual, baru mereka memahami bahwa indikator yang
ada di silabus harus sama dengan yang dicantumkan dalam RPP, sehingga siklus 2
dan siklus 3 semua guru sudah mencantumkan indikator pembelajaran sesuai dengan
silabus yang sudah disusun.
Tujuan pembelajaran yang
merupakan komponen utama yang harus ditetapkan dan menjadi indikator
keberhasilan pembelajaran harus dideskripsikan dengan jelas. Sesuai dengan
panduan penyusunan RPP, tujuan pembelajaran harus menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diukur dan diamati. Untuk itu ada rumusan bahwa tujuan
pembelajaran harus memuat Audience (peserta didik), behavior (perilaku dalam
bentuk kata kerja), Condition dan Degree. Siklus 1 hanya 7 orang guru,
meningkat menjadi 13 orang setelah dilaksanakan supervisi akademik individual
dan siklus 3 meningkat lagi menjadi 30 orang. Sehingga pada akhir siklus masih
ada 12 orang yang belum memahami, bahwa tujuan pembelajaran minimal sama dengan
indikator yang ada dalam silabus.
Setelah penetapan tujuan
pembelajaran, langkah berikutnya adalah menentukan materi pembelajaran esensial
yang perlu dikuasai siswa. Dalam RPP materi seharusnya diuraikan secara singkat,
minimal menguraikan indikator-indikator yang sudah dituliskan dalam RPP. Tetapi
dalam kenyataannya pada siklus 1 hanya 5 orang guru yang sudah menguraikan
materi pembelajaran sesuai dengan rumusan indikator. Yang lainnya
hanya menuliskan garis besar materi. Contohnya adalah untuk mata pelajaran
Biologi. Untuk Kompetensi Dasar yang membahas tentang fotosintesis, hanya 2
orang guru yang menguraikan materi pelajaran sesuai dengan rumusan indikator.
Jadi yang diuraikan adalah tempat terjadinya fotosintesis, bahan-bahan yang
dibutuhkan serta zat apa saja yang dihasilkan dalam proses fotosintesis,
bagaimana reaksi kimia dari proses fotosintesis sampai menguraikan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis. Sebagian besar dalam
menuliskan materi pembelajaran yang ditulis dalam RPP hanya satu kata :
Fotosintesis. Itu saja. Setelah dilaksanakan supervisi akademik secara
individual, dengan penjelasan bahwa materi pembelajaran itu harus diuraikan
sesuai dengan rumusan indikator, pada siklus 2 meningkat menjadi 17. Supervisi
akademik individual pada siklus 3 penulis bertanya kepada guru yang belum
menuliskan materi pembelajaran. Mereka menyatakan enggan menuliskan materi
yang perlu diuraikan. Setelah diyakinkan bahwa hal itu perlu dan harus
dilakukan, pada observasi siklus 3 jumlah guru yang sudah menguraikan materi
pembelajaran meningkat menjadi 29. Masih tetap ada yang belum melaksanakan
ketentuan.
Materi pembelajaran yang
akan disampaikan kepada siswa memerlukan metode, cara atau apapun namanya,
agar materi pembelajaran dapat dipahami siswa. Hal ini memerlukan kreativitas
dari guru, yang harus mencermati karakteristik substansial dari materi
pembelajaran, juga karakteristik dari siswa. Pengetahuan yang akan dipelajari
apakah termasuk pengetahuan deklaratif atau pengetahuan prosedural. Dengan
demikian guru harus mengupayakan metode yang variatif dalam proses
pembelajarannya. Pada siklus 1 hanya 5 orang guru yang sudah banyak memberikan
variasi dalam menentukan metode yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Ketika penulis melaksanakan supervisi akademik individual, dengan memberikan
contoh-contoh berbagai macam variasi metode ataupun model pembelajaran,
observasi siklus 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah guru yang melaksanakan
pembelajaran dengan metode yang bervariasi yaitu sejumlah 15 orang, dan
meningkat lagi menjadi 30 orang guru pada siklus yang ke 3. Tampaknya guru
memang sangat memerlukan banyak referensi tentang berbagai metode maupun
model-model pembelajaran. Karena pada dasarnya tidak ada metode yang paling
cocok dan paling baik untuk dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Semua
metode maupun model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tugas
gurulah yang harus membuat variasi sehingga dalam proses pembelajaran siswa
merasa nyaman dan mudah untuk memahami materi yang dipelajari. Karena
masing-masing siswa memiliki karakteristik yang spesifik.Dengan demikian
prestasi belajar siswa akan lebih bisa ditingkatkan lagi.
Kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru, mulai dari kegiatan pendahuluan seharusnya dirancang untuk
membawa atau memusatkan perhatian siswa pada kegiatan yang akan dilaksanakan.
Berbagai upaya perlu dilakukan oleh guru. Sebagian besar guru membuat kegiatan
pendahuluan dengan menyampaikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang
akan dibahas. Pada siklus 1 sudah 20 orang yang membuat pertanyaan yang
membangkitkan motivasi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran, sebagian
besar dalam RPP yang disusun untuk kegiatan pendahuluan hanya sekedar
melaksanakan absensi siswa, membentuk kelompok dan kegiatan rutinitas yang
tidak bisa membangkitkan motivasi siswa. Setelah dilaksanakan supervisi
akademik secara individual, dengan memberikan pemahaman bahwa pada kegiatan
pendahuluan yang sangat perlu dilakukan oleh guru adalah membawa konsentrasi
siswa, memusatkan perhatian siswa serta membangkitkan motivasi siswa dengan
berbagai upaya. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan, dengan menunjukkan
gambar, atau dengan cara apa saja, sehingga siswa yang semula masih sibuk dengan
kegiatannya sendiri-sendiri perhatiannya menjadi terpusat. Jangan memulai
kegiatan pembelajaran apabila siswa belum terpusat perhatiannya kepada guru.
Karena pada awal pembelajaran, guru sebagai fasilitator akan memberikan
berbagai informasi apa yang akan dilakukan siswa pada proses pembelajaran hari
itu. Dengan pemahaman ini guru pada siklus 2 sudah menunjukkan peningkatan
jumlah dalam hal kegiatan pendahuluan yang membangkitkan motivasi siswa menjadi
27 dan siklus 3 meningkat lagi menjadi 37. Masih ada 5 orang guru yang belum
dapat memunculkan kegiatan pendahuluan yang bisa membangkitkan motivasi siswa.
Kegiatan inti pembelajaran
dalam RPP harus menunjukkan secara rinci langkah-langkah apa saja yang
dilakukan oleh guru, dan kegiatan apa saja yang dilakukan oleh siswa. Rincian
kegiatan ini mencerminkan metode ataupun model pembelajaran yang sudah
ditetapkan. Dari hasil observasi ternyata masih ada beberapa orang guru yang
mencantumkan model Cooperative Learning, tetapi dalam runcian kegiatan sama
sekali tidak memunculkan kegiatan untuk membentuk kelompok maupun bekerja
secara kelompok. Semua kegiatan masih di dominasi oleh guru. Ada yang
mencantumkan metode inkuiri, tetapi dalam langkah kegiatan tidak ada kegiatan
siswa yang mengarah pada terjadinya proses inkuiri. Pada siklus 1 sudah ada 25
orang yang rincian kegiatan ini sudah sesuai dan menunjukkan langkah-langkah
metode yang sudah ditetapkan. Guru-guru yang lain menunjukkan perubahan dalam
menyusun rincian kegiatan setelah dilaksanakannya supervisi akademik secara
individu bagaimana menguraikan langkah-langkah pada metode yang sudah
ditetapkan. Saran dari penulis sebagai supervisor, apabila memang tidak
melakukan metode yang terlihat sangat banyak macamnya dan variatif, sebaiknya
metode itu tidak perlu dicantumkan dalam penyusunan RPP. Sehingga hasil
observasi untuk siklus 2 meningkat menjadi 30 orang dan siklus 3 menjadi 40
orang guru yang merinci kegiatan inti sesuai dengan metode yang sudah
ditetapkan.
Kegiatan penutup
pembelajaran yang umumnya dilakukan adalah dengan melakukan refleksi, membuat
simpulan, memberi tugas, melakukan penilaian, atau melaksanakan tindak lanjut.
Tetapi dari hasil observasi masih ada beberapa orang guru yang menuliskan dalam
RPP kegiatan penutup tidak dirinci apa saja kegiatannya. Pada siklus 1 ada 21
orang yang sudah melakukan refleksi dan membuat simpulan. Pada siklus 2
meningkat menjadi 32 dan siklus 3 menjadi 37 orang.
Kegiatan selanjutnya
setelah proses pembelajaran terlaksana adalah melakukan evaluasi yang bertujuan
untuk melihat tingkat keberhasilan dari proses pembelajaran yang sudah
dilaksanakan. Untuk perencanaan pelaksanaan evaluasi guru menentukan prosedur
penilaian dan bentuk instrumen yang akan digunakan. Baik prosedur maupun bentuk
instrumen tetap harus mengacu pada silabus. Dan ternyata setelah dilakukan
observasi, hampir 50% jumlah guru yang ada bentuk instrumen penilaian yang
dituliskan dalam RPP tidak sesuai dengan yang ada di silabus. Pada pelaksanaan
supervisi akademik secara individu, supervisor memberikan pengarahan bahwa
bentuk instrumen yang ada di RPP harus mengacu pada bentuk instrumen yang
ditetapkan dalam silabus. Dengan adanya pemahaman ini guru dalam menyusun RPP
harus selalu didampingi silabus, sehingga apa saja yang sudah ditetapkan di
silabus akan lebih dirinci lagi dalam RPP.
Instrumen penilaian yang
akan digunakan dalam melaksanakan evaluasi, seharusnya diuraikan dan ditulis
lengkap dalam penyusunan RPP. Bahkan yang juga harus dicantumkan adalah kunci
jawaban dan pedoman penskorannya. Tetapi hasil observasi siklus 1 ternyata
hanya 5 orang guru yang sudah menuliskan instrumen penilaian lengkap dengan
kunci jawaban dan pedoman penskoran. Yang lain hanya sekedar menuliskan contoh
instrumen. Mereka beranggapan bahwa yang ada di silabus bentuk instrumen yang
dituliskan hanya satu contoh saja sehingga merekapun menuliskan di dalam RPP
juga contohnya saja. Tetapi setelah diberikan pengarahan bahwa semuanya harus
ditulis dengan lengkap siklus 2 menunjukkan peningkatan menjadi 20 dan siklus 3
menjadi 34 orang.
Penulisan sumber belajar
dalam RPP yang sesuai dengan silabus pada siklus 1 hanya 5 orang saja. Setelah
diberi informasi bahwa tetap acuannya pada silabus, pada siklus 2 dan 3 semua
guru sudah menuliskan sumber belajar sama dengan yang tercantum dalam silabus.
Kesimpulannya bahwa dalam
proses penyusunan RPP setelah siklus 3 guru yang sudah melakukan penyusunan RPP
sesuai dengan ketentuan yang berlaku jumlahnya untuk masing-masing item
observasi telah mencapai lebih dari 80 %, kecuali untuk item 6 (materi ajar
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator) dan item 8
(metode pembelajaran bervariasi disesuaikan dengan karakteristik indikator yang
akan dicapai). Untuk 2 item ini nampaknya masih perlu pembinaan lebih lanjut
kepada guru-guru yang belum menyusun sesuai dengan ketentuan.
RPP yang sudah disusun
perlu diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Bisa dikatakan RPP adalah
skenario bagi guru untuk melaksanakan proses pembelajaran. RPP yang disusun
dengan lengkap dan sistematis diharapkan bisa memandu guru untuk melaksanakan
proses pembelajaran dengan tertib dan dapat memperoleh hasil pembelajaran
seperti yang diharapkan. Meskipun nantinya dalam kenyataan di lapangan ada
beberapa hal yang tidak sesuai dengan rencana yang sudah disusun karena proses
pembelajaran bersifat situasional, tergantung pada kondisi siswa yang dihadapi.
Hasil observasi dari siklus 1 sampai siklus 3 untuk implementasi RPP dalam
proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
HASIL OBSERVASI
IMPLEMENTASI RPP
SIKLUS I, II, DAN
III
No
|
Kegiatan Yang
Dilakukan
|
Jumlah Guru
Siklus
|
||
1
|
2
|
3
|
||
A
|
Kegiatan Pendahuluan
|
|
|
|
1
|
Menyiapkan
peserta didik
|
30
|
35
|
42
|
2
|
Mengajukan
pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan
dipelajari
|
28
|
34
|
35
|
3
|
Menjelaskan
tujuan pembelajaran
|
19
|
38
|
40
|
B
|
Kegiatan Inti
|
|
|
|
4
|
Langkah kegiatan
sesuai dengan RPP yang sudah disusun
|
10
|
25
|
35
|
5
|
Guru menguasai
materi pelajaran dengan baik
|
35
|
37
|
38
|
6
|
Guru memotivasi
siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran
|
30
|
37
|
39
|
7
|
Suasana
pembelajaran menyenangkan bagi siswa
|
12
|
19
|
20
|
8
|
Guru dapat
mengelola kelas dengan baik
|
18
|
22
|
27
|
C
|
Kegiatan Penutup
|
|
|
|
9
|
Alokasi waktu
sesuai dengan RPP (mengawali pelajaran dan menutup pelajaran tepat waktu)
|
15
|
20
|
32
|
10
|
Melakukan refleksi
pada akhir pelajaran
|
10
|
28
|
40
|
11
|
Menyampaikan
rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya
|
8
|
20
|
35
|
Pada awal siklus sebagian
besar guru sudah melaksanakan proses pembelajaran mulai dari menyiapkan peserta
didik, memberikan pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan
materi yang akan dipelajari, menguasai materi pembelajaran, dan memberikan
motivasi kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Semua
sudah dilakukan secara otomatis, karena itu sudah menjadi rutinitas guru.
Tujuan pembelajaran yang seharusnya disampaikan
sebelum proses pembelajaran memasuki kegiatan inti, ternyata banyak guru
melalaikan hal ini. Padahal siswa mau dibawa kemana dalam kegiatan pembelajaran
pada pertemuan itu acuannya adalah tujuan pembelajaran. Setelah dilaksanakan
supervisi akademik secara individual, dengan lebih menjelaskan bahwa tujuan
pembelajaran akan menentukan arah dari proses pembelajaran. Guru menentukan
bahan pembelajaran, dan supaya bahan tersebut bisa tersampaikan kepada siswa
maka metode yang akan dipakai dalam proses pembelajaran juga mengacu pada pada
tujuan pembelajaran. Dan akhir dari proses pembelajaran dengan dilakukannnya
evaluasi adalah untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau
belum. Dengan demikian guru harus menginformasikan tujuan apa yang akan dicapai
dalam proses pembelajaran pada awal kegiatan pembelajaran. Dengan pemahaman ini
pada siklus 2 ada peningkatan jumlah guru yang menyampaikan tujuan pembelajaran
kepada siswa sebanyak 38 orang dan meningkat lagi menjadi 40 orang pada siklus
3. Masih ada sisa 2 orang yang belum menyampaikan tujuan pembelajaran, ketika
ditanyakan mengapa tidak melakukan hal tersebut, mereka menjawab lupa.
Seperti pada refleksi awal yang penulis utarakan,
bahwa penyusunan RPP hanya sekedar untuk memenuhi syarat administrasi saja,
ternyata setelah dikukan supervisi akademik secara kelompok hasilnya masih
sangat memprihatinkan. Hanya 10 orang guru yang melaksanakan proses
pembelajaran dengan mengacu pada langkah-langkah kegiatan yang ada di RPP. Yang
lain masih melakukan proses pembelajaran seperti biasa yang dilakukan selama
ini. Memang tidak mudah mengubah kebiasaan. Padahal sudah dibina dan diarahkan
bahwa RPP adalah skenario pembelajaran kita. Sehingga langkah-langkah
pembelajaran dalam RPP mestinya dilaksanakan dalam proses pembelajaran,
meskipun langkah-langkah yang dilaksanakan tidak sama persis dengan yang ada di
RPP, karena proses pembelajaran bersifat situasional. Tergantung pada kondisi
siswa, kondisi guru, kondisi lingkungan kelas. Siklus 2 sudah ada peningkatan
menjadi 25 orang guru yang pelaksanaan langkah kegiatan sesuai dengan RPP yang
sudah disusun dan pada siklus 3 meningkat lagi menjadi 35.
Seorang
guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswanya.
Penciptaannyapun harus disesuaikan dengan karakter siswa didik, sehingga
dibutuhkan fleksibilitas guru untuk menerapkan konsep penciptaan suasana
menyenangkan. Anak extrovert
cenderung senang untuk berbicara dan didengar pendapatnya. Guru harus
terlihat excited dengan setiap hal yang disampaikan oleh siswa didik,
dengan terus mempertahankan kontak mata sambil sesekali memberikan komentar
serta mengarahkan apabila ada hal-hal yang menyimpang dari konteks. Penjelasan
dengan nada perlahan akan membuat dia
belajar untuk menerima masukan dari orang lain, baik itu materi pelajaran
ataupun hal-hal diluar pelajaran. Menghadapi anak yang introvert
dibutuhkan “ice breaker” agar dia dapat lebih membuka diri dan mau
mengungkapkan pendapat. Guru harus mampu mencari topik yang dapat memecah
suasana menjadi lebih hangat dan komunikatif. Guru senantiasa mencari informasi terbaru tentang tren
yang sedang berkembang di kalangan anak sekolah. Tema-tema seperti olahraga,
program TV, film, musik, fotografi dll dapat diangkat sebagai tema pembicaraan
sebelum masuk kegiatan belajar mengajar. Suasana menyenangkan bagi setiap siswa
didik memiliki arti yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bagi beberapa
anak, menyenangkan apabila suasananya interaktif, ada juga yang menganggap
suasana yang tenang dan serius jauh lebih menyenangkan. Jadi tugas guru untuk
dapat melihat karakter anak dan menentukan suasana seperti apa yang akan
diciptakan dengan tidak melenceng dari kaidah – kaidah pembelajaran. Sampai akhir
siklus 3 hanya 50 % guru yang dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan. Guru lainnya meskipun secara individual sudah diberi pengarahan
bagaimana menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, yang dirancang
dalam penyusunan RPP dan diimplementasikan dalam pelaksanaan pembelajaran,
ketika diobservasi masih tidak bisa melaksanakan pembelajaran yang
menyenangkan. Karakter seorang guru memang juga ikut berperan dalam hal ini.
Meskipun sebenarnya guru hanya sebatas sebagai fasilitator.
Pengelolaan
kelas yang baik sangat mendukung terjadinya proses pembelajaran yang baik pula.
Hakikat dari pengelolaan kelas adalah upaya guru untuk menciptakan dan
memelihara organisasi kelas yang efektif. Guru mendorong untuk munculnya
tingkah laku siswa yang diharapkan dan meminimalkan tingkah laku yang tidak
diharapkan. Dengan demikian akan tercipta hubungan antara siswa dengan siswa,
guru dengan siswa yang baik dan iklim sosio emosional kelas yang positif.
Seorang guru harus menempatkan dirinya sebagai seorang pengajar sekaligus
juga sahabat. Sikap bersahabat ini dapat
ditunjukkan dengan selalu memberikan perhatian kepada setiap siswa didik dengan
tulus dan tidak dibuat-buat. Menanyakan kabar, kejadian apa di sekolah, hasil
ulangan atau ujian siswa didik, kondisi siswa didik apabila ada yang berubah
berkaitan dengan penampilannya, dll. Memberikan pujian atas hasil ulangan yang
memuaskan, memberikan semangat dan dorongan apabila hasil ujiannya kurang
memuaskan, memuji penampilan baru, dll akan membuat siswa didik merasa
diperhatikan. Akan tetapi perlu diingat bahwa kemampuan guru untuk menjaga
jarak dengan siswa didik juga sangatlah diperlukan, karena apabila terlalu
dekat dapat memberikan efek kurang baik terutama dalam bersikap. Guru harus
senantiasa menempatkan diri sebagai orang yang lebih tua dan harus dihormati.
Hal ini dimaksudkan agar anak tetap memiliki etika dalam bersikap dan bersopan
santun.
Seorang guru harus senantiasa memiliki
kedisiplinan dalam dirinya dan sebisa mungkin menularkannya kepada siswa didik.
Siswa didik harus mengetahui target apa yang hendak dicapai
dan bagaimana cara mencapainya. Guru harus mampu memberi contoh bagaimana
menghargai waktu. Dengan segala keteraturan dalam bersikap, diharapkan target
yang hendak dicapai dapat terwujud dengan hasil maksimal. Waktu yang terbatas
harus dapat dimaksimalkan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajarnya.
Meskipun selama 90 menit tidak harus selalu membahas materi pelajaran, akan
tetapi target pemahaman kepada siswa harus tercapai dalam setiap pertemuan.
Selain itu dengan karakter disiplin yang dimiliki guru, diharapkan dapat
dicontoh oleh siswa didik seperti misalnya datang tepat waktu, mencatat setiap
hal yang dirasa penting, menghapus papan tulis, mematikan kipas angin dan lampu
kelas, bahkan membuang sampah pada tempatnya juga dapat dijadikan wujud
kedisiplinan kita yang dapat mereka contoh. Dengan kedisiplinan, keberhasilan
bukanlah sesuatu yang sulit untuk dicapai. Hasil observasi pada siklus 1 guru
yang dapat mengelola kelas dengan baik ada 18 orang, meningkat menjadi 20 orang
dan pada siklus 3 menjadi 27 orang. Masih 15 orang yang belum dapat mengelola
kelas dengan baik. Artinya perlu ada pelatihan khusus mengenai masalah
bagaimana mengelola kelas dengan baik.
Sebagian besar guru tidak
dapat mengatur waktu dengan baik dalam proses pembelajaran. Saat kapan harus
segera menutup pembelajaran dengan kegiatan refleksi, simpulan atau memberikan
tugas rumah. Yang sering terjadi, kalau terlalu asyik dengan kegiatan yang
dilakukan, tiba-tiba saja bel tanda pelajaran usai sudah berbunyi. Hal ini
menyebabkan guru tidak sempat lagi melakukan refleksi ataupun membimbing siswa
membuat simpulan dari pertemuan hari itu. Karena guru harus segera mengakhiri
pelajaran, kelas lain sudah menunggu untuk diajar, dan mungkin guru lain juga
sudah siap untuk masuk ke kelas. Siklus 1 dari observasi yang dilakukan hanya
15 orang guru yang dapat mengelola waktu dengan baik. Pelaksanaan supervisi
akademik secara individual memberikan informasi bagaimana cara mengelola waktu
dalam pembelajaran. Guru harus membawa jam tangan sebagai acuan untuk mengelola
waktu, dan perlu diingat bahwa jam yang dibawa oleh guru harus disesuaikan
dengan jam yang ada di kantor TU yang memberi tanda pergantian jam pelajaran.
Minimal 10 menit sebelum tanda waktu usai, guru harus segera melakukan
refleksi, atau membimbing siswa untuk membuat kesimpulan. Sehingga ketika bel
tanda pelajaran usai dibunyikan guru sudah melakukan refleksi atau kegiatan
lain yang termasuk dalam kegiatan menutup pelajaran. Dan akan lebih lengkap
lagi apabila guru juga menyampaikan tindak lanjut dalam hal rencana
pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.
Kesimpulannya bahwa untuk mengimplementasikan
RPP dalam proses pembelajaran pada akhir siklus 3, guru yang melaksanakan
proses pembelajaran sesuai dengan standar proses sudah mencapai 80% lebih,
kecuali untuk item 7,8,9 mengenai penciptaan suasana pembelajaran yang
menyenangkan, mengelola kelas dengan baik dan mengalokasikan waktu sesuai
dengan RPP.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan hasil Penelitian Tindakan Sekolah ini
adalah :
1.
Supervisi akademik dapat meningkatkan
kemampuan guru dalam menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dengan
lengkap dan sistematis.
2. Supervisi
akademik dapat meningkatkan kemampuan guru untuk mengimplementasikan RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dalam proses pembelajaran
Saran-saran
Hasil Penelitian Tindakan Sekolah yang dilaksanakan
di SMP Negeri 1 Wungu Kabupaten Madiun dapat dijadikan referensi bagi guru,
kepala sekolah maupun pengawas. Untuk itu saran yang dapat kami sampaikan agar
dalam pelaksanaan supervisi akademik hasilnya lebih baik, maka bagi :
1.
Guru mata pelajaran yang disupervisi
oleh kepala sekolah agar dengan terbuka mengutarakan kesulitan-kesulitan yang
dialami, sehingga supervisor dapat memberikan pembinaan dan pengarahan lebih
fokus pada masalah ataupun hambatan yang dialami guru selama menyusun RPP
ataupun melaksanakan pembelajaran berdasarkan RPP yang sudah disusun.
2.
Kepala sekolah sebagai supervisor agar
dalam pelaksanaan supervisi akademik benar-benar memperhatikan tujuan yang akan
dicapai dalam melakukan supervisi, yaitu mendorong guru menerapkan kemampuannya
dalam melaksanakan tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan
kemampuannya sendiri dan mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang
sungguh-sungguh terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
3. Pengawas
sekolah agar lebih meningkatkan efektivitasnya dalam membina sekolah binaannya,
sehingga baik guru maupun kepala sekolah dari sekolah binaan selalu dapat
meningkatkan kinerja dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Alfonso,R.J,G.R Firth dan R.F
Neville, !981, Instructional Supervision
: A Behavioral System, Boston : Allyn and Bacon, Inc
Depdiknas, 2005, Standar Nasional Pendidikan, Depdiknas
Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan
Dryden, Gordon & Jeannete Vos,
2002, Revolusi Cara Belajar, Bandung,
Kaifa
Glickman,JM, Theory and Practice of Supervision, New York, Dodd,Mead & Company
H.E.Mulyasa, 2009, Penelitian Tindakan Sekolah, Bandung,
PT Remaja Rosdakarya
Madya, S, 1994, Panduan Penelitian Tindakan, Yogyakarta, Lembaga Penelitian IKIP
Yogyakarta.
Ratna Wilis Dahar, 1988, Teori-teori Belajar, Jakarta, Depdiknas
Dirjen Dikti PPLPTK.
Roestiyah, NK, 2001, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT
Asdi Mahasetya.
Sergiovanni, TJ, 1987, The Principalship, A Reflective Practice
Perspective, Boston : Allyn and Bacon
Usman, Muh.Uzer, 1996, Menjadi Guru profesional, Bandung,
Remaja Rosda Karya.
Winataputra, Udin S, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta,
Pusat penerbitan Universitas Terbuka, Depdiknas
Winkel, WS, 1989, Psikologi Pengajaran, Jakarta, Gramedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar