Minggu, 04 September 2016

SUPERVISI AKADEMIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU MENYUSUN RPP DAN MENGIMPLEMENTASIKANNYA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMPN 1 WUNGU KABUPATEN MADIUN TAHUN 2010

SUPERVISI AKADEMIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU MENYUSUN RPP DAN MENGIMPLEMENTASIKANNYA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SMPN 1 WUNGU KABUPATEN MADIUN TAHUN 2010

Oleh : Dra. Endang Sri Hastuti, M.Pd.


ABSTRAK

Kata Kunci     : Supervisi Akademik, RPP, Implementasi, Proses  .Pembelajaran
Di SMP Negeri 1 Wungu, sebagian besar guru mata pelajaran belum menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) seperti yang diamanatkan dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007. Perangkat pembelajaran yang dimiliki oleh guru mulai dari silabus, RPP, dll masih merupakan produk dari MGMP. Nampaknya semua perangkat pembelajaran itu hanya sebagai persyaratan administratif, ketika pada awal semester Kepala Sekolah harus meminta semua guru mengumpulkan perangkat pembelajaran untuk ditanda tangani. Semua perangkat yang sudah ditandatangi Kepala Sekolah diartikan bahwa semua persyaratan administratif sudah terpenuhi. Sehingga pelaksanaan pembelajaran sudah tidak mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang disusun. Karena memang RPP hasil dari MGMP belum tentu sesuai untuk diterapkan di kelas yang mereka ajar, karena situasi dan kondisinya berbeda.
Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi masalah di atas, salah satunya dengan supervisi akademik baik secara kelompok maupun secara individual. Pada awal siklus 1 dilakukan supervisi akademik secara kelompok yang membahas bagaimana cara menyusun RPP yang lengkap dan sistematis, kemudian mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran. Siklus 2 diawali dengan supervisi akademik secara individual dan siklus 3 dilakukan supervisi akademik secara individual pula.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh manakah pengaruh supervisi akademik dapat meningkatkan kemampuan guru menyusun RPP dan mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan dilaksanakannya supervisi akademik,kemampuan guru dalam menyusun RPP mengalami peningkatan, demikian pula dalam mengimplementasikan RPP yang disusun dalam proses pembelajaran juga meningkat.




Latar Belakang Masalah
Dalam pencapaian standar isi (SI) yang memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai oleh peserta didik setelah melalui pembelajaran dalam jenjang dan waktu tertentu, sehingga pada gilirannya mencapai standar kompetensi lulusan (SKL) setelah menyelesaikan pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu secara tuntas secara optimal, perlu didukung oleh berbagai standar lainnya dalam sebuah sistem yang utuh. Salah satu standar tersebut adalah standar proses.
Standar proses mengisyaratkan bahwa guru diharapkan dapat mengembangkan perencanaan pembelajaran, yang kemudian dipertegas melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal, baik yang menerapkan sistem paket maupun sistem kredit semester (SKS).
Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Perencanaan pembelajaran merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.  Melalui perencanaan pembelajaran yang baik, guru akan lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan mudah dalam belajar. Perencanaan pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, sekolah, mata pelajaran, dsb. 
Tetapi dalam kenyataan yang ada, terutama di SMP Negeri 1 Wungu, sebagian besar guru mata pelajaran belum menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) seperti yang diamanatkan dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007. Perangkat pembelajaran yang dimiliki oleh guru mulai dari silabus, RPP, dll masih merupakan produk dari MGMP. Nampaknya semua perangkat pembelajaran itu hanya sebagai persyaratan administratif, ketika pada awal semester Kepala Sekolah harus meminta semua guru mengumpulkan perangkat pembelajaran untuk ditanda tangani. Semua perangkat yang sudah ditandatangi Kepala Sekolah diartikan bahwa semua persyaratan administratif sudah terpenuhi. Sehingga pelaksanaan pembelajaran sudah tidak mengacu pada RPP yang disusun. Karena memang RPP hasil dari MGMP belum tentu sesuai untuk diterapkan di kelas yang mereka ajar, karena situasi dan kondisinya berbeda.
Untuk mengubah pola berpikir guru tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terutama untuk guru-guru yang senior, yang sudah puluhan tahun mengajar dengan cara dan gaya yang stagnan. Ketika diharuskan membuat RPP memang mereka hanya sekedar membuat, tetapi hanya untuk ditunjukkan kepada Kepala Sekolah bahwa mereka telah membuat. Sebagian besar guru mata pelajaran belum mengimplementasikan RPP yang disusun dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis berupaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun RPP beserta implementasi dari RPP yang disusun melalui Supervisi Akademik.
Supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan untuk membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran (Glickman, 1981). Sering dijumpai adanya seorang kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik hanya datang ke sekolah dengan membawa instrument pengukuran unjuk kerja. Kemudian masuk kelas melakukan pengukuran terhadap unjuk kerja guru yang sedang mengajar. Setelah itu selesai, seakan-akan supervisi akademik sama dengan pengukuran guru dalam melaksana­kan pembelajaran. Esensi supervisi akademik sama sekali bukan untuk menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses estimasi kualitas unjuk kerja, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya.

Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut  :
1.    Apakah supervisi akademik dapat meningkat­kan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ?
2.    Apakah supervisi akademik dapat meningkat­kan kemampuan guru dalam men­gimplemen­tasikan Rencana pelaksanaan Pembelajaran dalam proses pembelajaran ?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bahwa :
1.    Supervisi akademik dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang lengkap dan sistematis.
2.    Supervisi akademik dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengimplementasikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang disusun dalam proses pembelajaran.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mem­­berikan manfaat bagi berbagai pihak, terutama bagi para praktisi pendidikan guru, kepala sekolah, dan pengawas. Manfaatnya adalah sebagai berikut :
1.    Guru lebih meningkatkan kemampuan dalam penyusunan RPP, karena dengan adanya RPP guru lebih dipermudah dalam melaksanakan proses pembelajaran.
2.    RPP yang terencana dengan baik  akan membuat proses pembelajaran menjadi interaktif, inspiratif, menantang, memotivasi dan menyenangkan siswa.
3.    Kepala sekolah dapat lebih meningkatkan kegiatan supervisi akademik untuk meningkat­kan potensi dan kinerja guru.
4.    Pengawas dapat memberikan pembinaan kepada kepala sekolah maupun kepada guru, bahwa dengan supervisi akademik peningkatan kinerja maupun potensi guru akan dapat lebih ditingkatkan.

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Wungu Kabupaten Madiun. Alasan pemilihan tempat penelitian ini karena penulis bertugas sebagai kepala sekolah di sekolah tersebut. Dengan demikian selama pelaksanaan penelitian berlangsung tidak mengganggu tugas kedinasan, karena obyek penelitian berada di tempat penulis bertugas. Selain itu tugas supervisi kepala sekolah langsung dapat dilaporkan sebagai hasil penelitian tindakan sekolah (PTS).
SMP Negeri 1 Wungu Kabupaten Madiun mempunyai siswa sejumlah 585 yang terdiri atas 21 kelas, dengan rincian 7 kelas siswa kelas VII, 7 kelas siswa kelas VIII dan 7 kelas siswa kelas IX. Jumlah guru 42 orang,  95 % sudah berkualifikasi sarjana pendidikan.
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 18 Juni 2011 sampai dengan 18 September 2011

Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah semua guru mata pelajaran yang ada di SMP Negeri 1 Wungu.

Prosedur Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan sekolah ini dilakukan dalam tiga siklus, yaitu siklus pertama, kedua dan ketiga. Ketiga siklus tersebut ditujukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun RPP yang lengkap dan sistematis, serta implementasi dalam proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang disusun. Disain penelitian tindakan sekolah (PTS) ini adalah sebagai berikut
a.    Refleksi Awal
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah berkaitan dengan kemampuan guru dalam menyusun RPP yang lengkap dan sistematis, serta implementasinya dalam proses pembelajaran.
b.    Perencanaan Tindakan
Masalah yang ditemukan akan diatasi dengan melakukan langkah-langkah perencanaan tindakan siklus 1 dengan melakukan supervisi akademik secara kelompok, menyiapkan lembar observasi berupa APKG (Alat Penilaian Kemampuan Guru). Pada siklus 2 dilakukan supervisi akademik secara individual, demikian juga dengan siklus 3 dilakukan supervisi akademik secara individual tetapi dengan cara yang berbeda dengan siklus 2.
c.     Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan berupa pelaksanaan kegiatan supervisi akademik secara kelompok dengan menyampaikan pedoman penyusunan RPP seperti yang terdapat dalam permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses secara klasikal kepada semua guru mata pelajaran. Setelah diberi waktu satu minggu kepada guru untuk menyusun satu RPP yang nantinya akan diimplementasikan dalam proses pembelajaran, selanjutnya dilakukan pendataan tentang RPP yang sudah disusun oleh masing-masing guru. Guru dijadwal untuk disupervisi oleh kepala sekolah untuk mengimplemen­tasikan RPP yang sudah disusun.
d.    Observasi, refleksi dan evaluasi
Dalam tahap observasi peneliti akan mengamati masing-masing guru di dalam kelas dalam pelaksanaan implementasi RPP dalam proses pembelajaran. Setelah mendapatkan data hasil observasi, dilakukan refleksi dan evaluasi untuk pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya.
e.     Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan langsung oleh peneliti dengan menggunakan penilaian dokumentasi dari RPP yang sudah disusun oleh guru mata pelajaran dan observasi terhadap guru dalam mengimplementasikan RPP yang sudah disusun dalam proses pembelajaran.
f.     Analisa Data
Data yang sudah terkumpul dianalisa secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang ada pada siklus 1, 2 dan 3.
g.    Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dinyatakan berhasil apabila guru sudah menyusun RPP yang lengkap dan sistematis serta dapat mengimplementasikan RPP dalam proses pembelajaran sesuai dengan standar proses jumlahnya mencapai 80 % dari seluruh guru yang ada.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil refleksi awal pada saat penulis sebagai kepala sekolah yang pada awal tahun pelajaran meminta semua guru untuk mengumpulkan perangkat pembelajaran, hampir sebagian besar guru sudah mengumpulkan RPP yang sudah dijilid rapi untuk pelaksanaan 1 semester. Bahkan ada yang sudah untuk pelaksanaan 1 tahun pelajaran.
Ketika ditanyakan apakah RPP itu disusun sendiri oleh masing-masing guru atau kelompok guru, mereka menjawab bahwa itu adalah hasil penyusunan dalam kegiatan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) di kabupaten. Ternyata masih banyak anggapan bahwa penyusunan RPP itu hanya sekedar untuk memenuhi persyaratan akademis saja. Dan itu memang benar terbukti, ketika penulis mengamati salah satu orang guru untuk melaksanakan proses pembelajaran, yang ditampilkan saat proses pembelajaran sama sekali tidak sesuai dengan RPP yang sudah disusun. Proses pembelajaran merupakan proses yang diatur dan ditata menurut langkah-langkah tertentu agar dalam pelaksanannya dapat mencapai hasil yang diharapkan. Pengaturan-pengaturan ini mestinya dituangkan dalam bentuk RPP. Guru seharusnya memprediksi apa yang perlu dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan. Memang dalam pelaksanaan bisa saja terjadi perbedaan karena pembelajaran itu bersifat situasional, bergantung pada karakteristik siswa. Tetapi bila perencanaan disusun dengan matang, maka proses maupun hasilnya tidak akan terlalu jauh berbeda dari apa yang sudah direncanakan. Keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh rencana yang dibuat oleh guru. Karena itu penyusunan RPP benar-benar harus disusun secara lengkap dan sistematis mengacu pada ketentuan yang sudah ditetapkan dalam panduan penyusunan RPP.
Setelah dilaksanakan supervisi akademik secara kelompok dengan pembahasan mengenai aturan-aturan dalam penyusunan RPP yang lengkap dan sistematis, mengacu pada pedoman penyusunan RPP, maupun pembahasan tentang pengimplementasian RPP dalam proses pembelajaran yang mengacu pada standar proses, ternyata guru yang melaksanakan penyusunan RPP dan mengimplementasikan dalam proses pembelajaran hanya sejumlah 5 orang saja. Yang lainnya masih terdapat kekurangan di beberapa item pengamatan. Hasil selengkapnya mulai dari siklus 1 sampai dengan siklus 2 untuk pengamatan tentang penyusunan RPP adalah sebagai berikut.

HASIL OBSERVASI PENYUSUNAN RPP
SIKLUS I,II DAN III

No
Komponen RPP
Jumlah Guru Siklus
1
2
3
1
Identitas mata pelajaran sesuai dengan panduan
42
42
42
2
Standar Kompetensi sesuai dengan silabus
42
42
42
3
Kompetensi Dasar sesuai dengan silabus
42
42
42
4
Indikator sesuai dengan silabus
15
42
42
5
Tujuan pembelajaran mengacu pada indikator
7
13
30
6
Materi ajar ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
5
17
29
7
Alokasi waktu sesuai dengan silabus
5
42
42
8
Metode pem­be­laja­ran bervariasi disesuaikan dengan karakteris­tik indikator yang akan dicapai
5
15
30
9
Kegiatan pendahulu­­an dapat membangkit­­kan motivasi dan memfokuskan perhatian siswa
20
27
37
10
Kegiatan inti meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
Langkah-langkah pembelajaran mencerminkan uraian dari metode pembelajaran yang sudah ditetapkan
25
30
40
11
Kegiatan penutup mengakhiri pembelajar­an dalam bentuk simpulan, penilaian, refleksi, umpan balik, atau tindak lanjut
21
32
37
12
Prosedur dan instrumen penilaian sesuai dengan silabus
22
28
38
13
Instrumen penilaian ditulis lengkap
5
20
34
14
Kunci jawaban dan pedoman penskoran dicantumkan
5
20
34
15
Sumber belajar sesuai dengan silabus
17
42
42

            Hasil observasi tentang penyusunan RPP setelah dilaksanakannya supervisi akademik secara kelompok menunjukkan bahwa untuk mencantum­kan identitas, Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar semua guru sudah melaksanakan sesuai dengan panduan. Hal ini disebabkan karena semua itu tinggal mencontoh dari apa yang sudah ada di silabus, sehingga tidak ada masalah berkaitan dengan hal tersebut.
            Indikator yang merupakan acuan untuk menilai siswa apakah sudah menguasai kompetensi dasar yang dipelajari atau belum, ternyata pada siklus 1 baru sejumlah 17 orang guru yang sudah mencantumkan indikator sesuai dengan silabus. Setelah dilaksanakan supervisi akademik secara individual, baru mereka memahami bahwa indikator yang ada di silabus harus sama dengan yang dicantumkan dalam RPP, sehingga siklus 2 dan siklus 3 semua guru sudah mencantumkan indikator pembelajaran sesuai dengan silabus yang sudah disusun.
            Tujuan pembelajaran yang merupakan komponen utama yang harus ditetapkan dan menjadi indikator keberhasilan pembelajaran harus dideskripsikan dengan jelas. Sesuai dengan panduan penyusunan RPP, tujuan pembelajaran harus menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan diamati. Untuk itu ada rumusan bahwa tujuan pembelajaran harus memuat Audience (peserta didik), behavior (perilaku dalam bentuk kata kerja), Condition dan Degree. Siklus 1 hanya 7 orang guru, meningkat menjadi 13 orang setelah dilaksanakan supervisi akademik individual dan siklus 3 meningkat lagi menjadi 30 orang. Sehingga pada akhir siklus masih ada 12 orang yang belum memahami, bahwa tujuan pembelajaran minimal sama dengan indikator yang ada dalam silabus.
            Setelah penetapan tujuan pembelajaran, langkah berikutnya adalah menentukan materi pembelajaran esensial yang perlu dikuasai siswa. Dalam RPP materi seharusnya diuraikan secara singkat, minimal menguraikan indikator-indikator yang sudah dituliskan dalam RPP. Tetapi dalam kenyataannya pada siklus 1 hanya 5 orang guru yang sudah menguraikan materi pembelajaran sesuai dengan rumusan indikator. Yang lainnya hanya menuliskan garis besar materi. Contohnya adalah untuk mata pelajaran Biologi. Untuk Kompetensi Dasar yang membahas tentang fotosintesis, hanya 2 orang guru yang menguraikan materi pelajaran sesuai dengan rumusan indikator. Jadi yang diuraikan adalah tempat terjadinya fotosintesis, bahan-bahan yang dibutuhkan serta zat apa saja yang dihasilkan dalam proses fotosintesis, bagaimana reaksi kimia dari proses fotosintesis sampai menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis. Sebagian besar dalam menuliskan materi pembelajaran yang ditulis dalam RPP hanya satu kata : Fotosintesis. Itu saja. Setelah dilaksanakan supervisi akademik secara individual, dengan penjelasan bahwa materi pembelajaran itu harus diuraikan sesuai dengan rumusan indikator, pada siklus 2 meningkat menjadi 17. Supervisi akademik individual pada siklus 3 penulis bertanya kepada guru yang belum menuliskan materi pembelajaran. Mereka menyata­kan enggan menuliskan materi yang perlu diuraikan. Setelah diyakinkan bahwa hal itu perlu dan harus dilakukan, pada observasi siklus 3 jumlah guru yang sudah menguraikan materi pembelajaran meningkat menjadi 29. Masih tetap ada yang belum melaksanakan ketentuan.
            Materi pembelajaran yang akan disampai­kan kepada siswa memerlukan metode, cara atau apapun namanya, agar materi pembelajaran dapat dipahami siswa. Hal ini memerlukan kreativitas dari guru, yang harus mencermati karakteristik substansial dari materi pembelajaran, juga karakteristik dari siswa. Pengetahuan yang akan dipelajari apakah termasuk pengetahuan deklaratif atau pengetahuan prosedural. Dengan demikian guru harus mengupayakan metode yang variatif dalam proses pembelajarannya. Pada siklus 1 hanya 5 orang guru yang sudah banyak memberikan variasi dalam menentukan metode yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Ketika penulis melaksanakan supervisi akademik individual, dengan memberi­kan contoh-contoh berbagai macam variasi metode ataupun model pembelajaran, observasi siklus 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah guru yang melaksanakan pembelajaran dengan metode yang bervariasi yaitu sejumlah 15 orang, dan meningkat lagi menjadi 30 orang guru pada siklus yang ke 3. Tampaknya guru memang sangat memerlukan banyak referensi tentang berbagai metode maupun model-model pembelajaran. Karena pada dasarnya tidak ada metode yang paling cocok dan paling baik untuk dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Semua metode maupun model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tugas gurulah yang harus membuat variasi sehingga dalam proses pembelajaran siswa merasa nyaman dan mudah untuk memahami materi yang dipelajari. Karena masing-masing siswa memiliki karakteristik yang spesifik.Dengan demikian prestasi belajar siswa akan lebih bisa ditingkatkan lagi.
            Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, mulai dari kegiatan pendahuluan seharusnya dirancang untuk membawa atau memusatkan perhatian siswa pada kegiatan yang akan dilaksanakan. Berbagai upaya perlu dilakukan oleh guru. Sebagian besar guru membuat kegiatan pendahuluan dengan menyampaikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas. Pada siklus 1 sudah 20 orang yang membuat pertanyaan yang membangkitkan motivasi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran, sebagian besar dalam RPP yang disusun untuk kegiatan pendahuluan hanya sekedar melaksanakan absensi siswa, membentuk kelompok dan kegiatan rutinitas yang tidak bisa membangkitkan motivasi siswa. Setelah dilaksanakan supervisi akademik secara individual, dengan memberikan pemahaman bahwa pada kegiatan pendahuluan yang sangat perlu dilakukan oleh guru adalah membawa konsentrasi siswa, memusatkan perhatian siswa serta membangkitkan motivasi siswa dengan berbagai upaya. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan, dengan menunjukkan gambar, atau dengan cara apa saja, sehingga siswa yang semula masih sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri perhatiannya menjadi terpusat. Jangan memulai kegiatan pembelajaran apabila siswa belum terpusat perhatiannya kepada guru. Karena pada awal pembelajaran, guru sebagai fasilitator akan memberikan berbagai informasi apa yang akan dilakukan siswa pada proses pembelajaran hari itu. Dengan pemahaman ini guru pada siklus 2 sudah menunjukkan peningkatan jumlah dalam hal kegiatan pendahuluan yang membangkitkan motivasi siswa menjadi 27 dan siklus 3 meningkat lagi menjadi 37. Masih ada 5 orang guru yang belum dapat memunculkan kegiatan pendahuluan yang bisa membangkitkan motivasi siswa.
            Kegiatan inti pembelajaran dalam RPP harus menunjukkan secara rinci langkah-langkah apa saja yang dilakukan oleh guru, dan kegiatan apa saja yang dilakukan oleh siswa. Rincian kegiatan ini mencerminkan metode ataupun model pembelajaran yang sudah ditetapkan. Dari hasil observasi ternyata masih ada beberapa orang guru yang mencantumkan model Cooperative Learning, tetapi dalam runcian kegiatan sama sekali tidak memunculkan kegiatan untuk membentuk kelompok maupun bekerja secara kelompok. Semua kegiatan masih di dominasi oleh guru. Ada yang mencantumkan metode inkuiri, tetapi dalam langkah kegiatan tidak ada kegiatan siswa yang mengarah pada terjadinya proses inkuiri. Pada siklus 1 sudah ada 25 orang yang rincian kegiatan ini sudah sesuai dan menunjukkan langkah-langkah metode yang sudah ditetapkan. Guru-guru yang lain menunjukkan perubahan dalam menyusun rincian kegiatan setelah dilaksanakan­nya supervisi akademik secara individu bagaimana menguraikan langkah-langkah pada metode yang sudah ditetapkan. Saran dari penulis sebagai supervisor, apabila memang tidak melakukan metode yang terlihat sangat banyak macamnya dan variatif, sebaiknya metode itu tidak perlu dicantumkan dalam penyusunan RPP. Sehingga hasil observasi untuk siklus 2 meningkat menjadi 30 orang dan siklus 3 menjadi 40 orang guru yang merinci kegiatan inti sesuai dengan metode yang sudah ditetapkan.
            Kegiatan penutup pembelajaran yang umumnya dilakukan adalah dengan melakukan refleksi, membuat simpulan, memberi tugas, melakukan penilaian, atau melaksanakan tindak lanjut. Tetapi dari hasil observasi masih ada beberapa orang guru yang menuliskan dalam RPP kegiatan penutup tidak dirinci apa saja kegiatannya. Pada siklus 1 ada 21 orang yang sudah melakukan refleksi dan membuat simpulan. Pada siklus 2 meningkat menjadi 32 dan siklus 3 menjadi 37 orang.
            Kegiatan selanjutnya setelah proses pembelajaran terlaksana adalah melakukan evaluasi yang bertujuan untuk melihat tingkat keberhasilan dari proses pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Untuk perencanaan pelaksanaan evaluasi guru menentukan prosedur penilaian dan bentuk instrumen yang akan digunakan. Baik prosedur maupun bentuk instrumen tetap harus mengacu pada silabus. Dan ternyata setelah dilakukan observasi, hampir 50% jumlah guru yang ada bentuk instrumen penilaian yang dituliskan dalam RPP tidak sesuai dengan yang ada di silabus. Pada pelaksanaan supervisi akademik secara individu, supervisor memberikan pengarahan bahwa bentuk instrumen yang ada di RPP harus mengacu pada bentuk instrumen yang ditetapkan dalam silabus. Dengan adanya pemahaman ini guru dalam menyusun RPP harus selalu didampingi silabus, sehingga apa saja yang sudah ditetapkan di silabus akan lebih dirinci lagi dalam RPP.
            Instrumen penilaian yang akan digunakan dalam melaksanakan evaluasi, seharusnya diuraikan dan ditulis lengkap dalam penyusunan RPP. Bahkan yang juga harus dicantumkan adalah kunci jawaban dan pedoman penskorannya. Tetapi hasil observasi siklus 1 ternyata hanya 5 orang guru yang sudah menuliskan instrumen penilaian lengkap dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran. Yang lain hanya sekedar menuliskan contoh instrumen. Mereka beranggapan bahwa yang ada di silabus bentuk instrumen yang dituliskan hanya satu contoh saja sehingga merekapun menuliskan di dalam RPP juga contohnya saja. Tetapi setelah diberikan pengarahan bahwa semuanya harus ditulis dengan lengkap siklus 2 menunjukkan peningkatan menjadi 20 dan siklus 3 menjadi 34 orang.
            Penulisan sumber belajar dalam RPP yang sesuai dengan silabus pada siklus 1 hanya 5 orang saja. Setelah diberi informasi bahwa tetap acuannya pada silabus, pada siklus 2 dan 3 semua guru sudah menuliskan sumber belajar sama dengan yang tercantum dalam silabus.
            Kesimpulannya bahwa dalam proses penyusunan RPP setelah siklus 3 guru yang sudah melakukan penyusunan RPP sesuai dengan ketentuan yang berlaku jumlahnya untuk masing-masing item observasi telah mencapai lebih dari 80 %, kecuali untuk item 6 (materi ajar ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator) dan item 8 (metode pembelajaran bervariasi disesuaikan dengan karakteristik indikator yang akan dicapai). Untuk 2 item ini nampaknya masih perlu pembinaan lebih lanjut kepada guru-guru yang belum menyusun sesuai dengan ketentuan.
            RPP yang sudah disusun perlu diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Bisa dikatakan RPP adalah skenario bagi guru untuk melaksanakan proses pembelajaran. RPP yang disusun dengan lengkap dan sistematis diharapkan bisa memandu guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan tertib dan dapat memperoleh hasil pembelajaran seperti yang diharapkan. Meskipun nantinya dalam kenyataan di lapangan ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan rencana yang sudah disusun karena proses pembelajaran bersifat situasional, tergantung pada kondisi siswa yang dihadapi. Hasil observasi dari siklus 1 sampai siklus 3 untuk implementasi RPP dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut :

HASIL OBSERVASI IMPLEMENTASI RPP
SIKLUS I, II, DAN III

No
Kegiatan Yang Dilakukan
Jumlah Guru Siklus
1
2
3
A
Kegiatan Pendahuluan



1
Menyiapkan peserta didik
30
35
42
2
Mengajukan pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari
28
34
35
3
Menjelaskan tujuan pembelajaran
19
38
40
B
Kegiatan Inti



4
Langkah kegiatan sesuai dengan RPP yang sudah disusun
10
25
35
5
Guru menguasai materi pelajaran dengan baik
35
37
38
6
Guru memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran
30
37
39
7
Suasana pembelajaran menyenangkan bagi siswa
12
19
20
8
Guru dapat mengelola kelas dengan baik
18
22
27
C
Kegiatan Penutup



9
Alokasi waktu sesuai dengan RPP (mengawali pelajaran dan menutup pelajaran tepat waktu)
15
20
32
10
Melakukan refleksi pada akhir pelajaran
10
28
40
11
Menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya
8
20
35

            Pada awal siklus sebagian besar guru sudah melaksanakan proses pembelajaran mulai dari menyiapkan peserta didik, memberikan pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, menguasai materi pembelajaran, dan memberikan motivasi kepada siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Semua sudah dilakukan secara otomatis, karena itu sudah menjadi rutinitas guru.
Tujuan pembelajaran yang seharusnya disampaikan sebelum proses pembelajaran memasuki kegiatan inti, ternyata banyak guru melalaikan hal ini. Padahal siswa mau dibawa kemana dalam kegiatan pembelajaran pada pertemuan itu acuannya adalah tujuan pembelajaran. Setelah dilaksanakan supervisi akademik secara individual, dengan lebih menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran akan menentukan arah dari proses pembelajaran. Guru menentukan bahan pembelajaran, dan supaya bahan tersebut bisa tersampaikan kepada siswa maka metode yang akan dipakai dalam proses pembelajaran juga mengacu pada pada tujuan pembelajaran. Dan akhir dari proses pembelajaran dengan dilakukannnya evaluasi adalah untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum. Dengan demikian guru harus menginformasikan tujuan apa yang akan dicapai dalam proses pembelajaran pada awal kegiatan pembelajaran. Dengan pemahaman ini pada siklus 2 ada peningkatan jumlah guru yang menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa sebanyak 38 orang dan meningkat lagi menjadi 40 orang pada siklus 3. Masih ada sisa 2 orang yang belum menyampaikan tujuan pembelajaran, ketika ditanyakan mengapa tidak melakukan hal tersebut, mereka menjawab lupa.
Seperti pada refleksi awal yang penulis utarakan, bahwa penyusunan RPP hanya sekedar untuk memenuhi syarat administrasi saja, ternyata setelah dikukan supervisi akademik secara kelompok hasilnya masih sangat memprihatinkan. Hanya 10 orang guru yang melaksanakan proses pembelajaran dengan mengacu pada langkah-langkah kegiatan yang ada di RPP. Yang lain masih melakukan proses pembelajaran seperti biasa yang dilakukan selama ini. Memang tidak mudah mengubah kebiasaan. Padahal sudah dibina dan diarahkan bahwa RPP adalah skenario pembelajaran kita. Sehingga langkah-langkah pembelajaran dalam RPP mestinya dilaksanakan dalam proses pembelajaran, meskipun langkah-langkah yang dilaksanakan tidak sama persis dengan yang ada di RPP, karena proses pembelajaran bersifat situasional. Tergantung pada kondisi siswa, kondisi guru, kondisi lingkungan kelas. Siklus 2 sudah ada peningkatan menjadi 25 orang guru yang pelaksanaan langkah kegiatan sesuai dengan RPP yang sudah disusun dan pada siklus 3 meningkat lagi menjadi 35.
Seorang guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswanya. Penciptaannyapun harus disesuaikan dengan karakter siswa didik, sehingga dibutuhkan fleksibilitas guru untuk menerapkan konsep penciptaan suasana menyenangkan. Anak extrovert  cenderung senang untuk berbicara dan didengar pendapatnya. Guru harus terlihat excited dengan setiap hal yang disampaikan oleh siswa didik, dengan terus mempertahankan kontak mata sambil sesekali memberikan komentar serta mengarahkan apabila ada hal-hal yang menyimpang dari konteks. Penjelasan dengan  nada perlahan akan membuat dia belajar untuk menerima masukan dari orang lain, baik itu materi pelajaran ataupun hal-hal diluar pelajaran. Menghadapi anak yang introvert dibutuhkan “ice breaker” agar dia dapat lebih membuka diri dan mau mengungkapkan pendapat. Guru harus mampu mencari topik yang dapat memecah suasana menjadi lebih hangat dan komunikatif. Guru senantiasa mencari informasi terbaru tentang tren yang sedang berkembang di kalangan anak sekolah. Tema-tema seperti olahraga, program TV, film, musik, fotografi dll dapat diangkat sebagai tema pembicaraan sebelum masuk kegiatan belajar mengajar. Suasana menyenangkan bagi setiap siswa didik memiliki arti yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Bagi beberapa anak, menyenangkan apabila suasananya interaktif, ada juga yang menganggap suasana yang tenang dan serius jauh lebih menyenangkan. Jadi tugas guru untuk dapat melihat karakter anak dan menentukan suasana seperti apa yang akan diciptakan dengan tidak melenceng dari kaidah – kaidah pembelajaran. Sampai akhir siklus 3 hanya 50 % guru yang dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Guru lainnya meskipun secara individual sudah diberi pengarahan bagaimana menciptakan suasana pembelajaran yang menyenang­kan, yang dirancang dalam penyusunan RPP dan diimplementasikan dalam pelaksanaan pembelajaran, ketika diobservasi masih tidak bisa melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan. Karakter seorang guru memang juga ikut berperan dalam hal ini. Meskipun sebenarnya guru hanya sebatas sebagai fasilitator.
Pengelolaan kelas yang baik sangat mendukung terjadinya proses pembelajaran yang baik pula. Hakikat dari pengelolaan kelas adalah upaya guru untuk menciptakan dan memelihara organisasi kelas yang efektif. Guru mendorong untuk munculnya tingkah laku siswa yang diharapkan dan meminimalkan tingkah laku yang tidak diharapkan. Dengan demikian akan tercipta hubungan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa yang baik dan iklim sosio emosional kelas yang positif. Seorang guru harus menempatkan dirinya sebagai seorang pengajar sekaligus juga  sahabat. Sikap bersahabat ini dapat ditunjukkan dengan selalu memberikan perhatian kepada setiap siswa didik dengan tulus dan tidak dibuat-buat. Menanyakan kabar, kejadian apa di sekolah, hasil ulangan atau ujian siswa didik, kondisi siswa didik apabila ada yang berubah berkaitan dengan penampilannya, dll. Memberikan pujian atas hasil ulangan yang memuaskan, memberikan semangat dan dorongan apabila hasil ujiannya kurang memuaskan, memuji penampilan baru, dll akan membuat siswa didik merasa diperhatikan. Akan tetapi perlu diingat bahwa kemampuan guru untuk menjaga jarak dengan siswa didik juga sangatlah diperlukan, karena apabila terlalu dekat dapat memberikan efek kurang baik terutama dalam bersikap. Guru harus senantiasa menempatkan diri sebagai orang yang lebih tua dan harus dihormati. Hal ini dimaksudkan agar anak tetap memiliki etika dalam bersikap dan bersopan santun.
Seorang guru harus senantiasa memiliki kedisiplinan dalam dirinya dan sebisa mungkin menularkannya kepada siswa didik. Siswa didik harus mengetahui target apa yang hendak dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Guru harus mampu memberi contoh bagaimana menghargai waktu. Dengan segala keteraturan dalam bersikap, diharapkan target yang hendak dicapai dapat terwujud dengan hasil maksimal. Waktu yang terbatas harus dapat dimaksimalkan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajarnya. Meskipun selama 90 menit tidak harus selalu membahas materi pelajaran, akan tetapi target pemahaman kepada siswa harus tercapai dalam setiap pertemuan. Selain itu dengan karakter disiplin yang dimiliki guru, diharapkan dapat dicontoh oleh siswa didik seperti misalnya datang tepat waktu, mencatat setiap hal yang dirasa penting, menghapus papan tulis, mematikan kipas angin dan lampu kelas, bahkan membuang sampah pada tempatnya juga dapat dijadikan wujud kedisiplinan kita yang dapat mereka contoh. Dengan kedisiplinan, keberhasilan bukanlah sesuatu yang sulit untuk dicapai. Hasil observasi pada siklus 1 guru yang dapat mengelola kelas dengan baik ada 18 orang, meningkat menjadi 20 orang dan pada siklus 3 menjadi 27 orang. Masih 15 orang yang belum dapat mengelola kelas dengan baik. Artinya perlu ada pelatihan khusus mengenai masalah bagaimana mengelola kelas dengan baik.
            Sebagian besar guru tidak dapat mengatur waktu dengan baik dalam proses pembelajaran. Saat kapan harus segera menutup pembelajaran dengan kegiatan refleksi, simpulan atau memberikan tugas rumah. Yang sering terjadi, kalau terlalu asyik dengan kegiatan yang dilakukan, tiba-tiba saja bel tanda pelajaran usai sudah berbunyi. Hal ini menyebabkan guru tidak sempat lagi melakukan refleksi ataupun membimbing siswa membuat simpulan dari pertemuan hari itu. Karena guru harus segera mengakhiri pelajaran, kelas lain sudah menunggu untuk diajar, dan mungkin guru lain juga sudah siap untuk masuk ke kelas. Siklus 1 dari observasi yang dilakukan hanya 15 orang guru yang dapat mengelola waktu dengan baik. Pelaksanaan supervisi akademik secara individual memberikan informasi bagaimana cara mengelola waktu dalam pembelajaran. Guru harus membawa jam tangan sebagai acuan untuk mengelola waktu, dan perlu diingat bahwa jam yang dibawa oleh guru harus disesuaikan dengan jam yang ada di kantor TU yang memberi tanda pergantian jam pelajaran. Minimal 10 menit sebelum tanda waktu usai, guru harus segera melakukan refleksi, atau membimbing siswa untuk membuat kesimpulan. Sehingga ketika bel tanda pelajaran usai dibunyikan guru sudah melakukan refleksi atau kegiatan lain yang termasuk dalam kegiatan menutup pelajaran. Dan akan lebih lengkap lagi apabila guru juga menyampaikan tindak lanjut dalam hal rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.
            Kesimpulannya bahwa untuk mengimple­men­tasikan RPP dalam proses pembelajaran pada akhir siklus 3, guru yang melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan standar proses sudah mencapai 80% lebih, kecuali untuk item 7,8,9 mengenai penciptaan suasana pembelajaran yang menyenangkan, mengelola kelas dengan baik dan mengalokasikan waktu sesuai dengan RPP.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan hasil Penelitian Tindakan Sekolah ini adalah :
1.    Supervisi akademik dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dengan lengkap dan sistematis.
2.    Supervisi akademik dapat meningkatkan kemampuan guru untuk mengimplementasikan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dalam proses pembelajaran

Saran-saran
Hasil Penelitian Tindakan Sekolah yang dilaksanakan di SMP Negeri 1 Wungu Kabupaten Madiun dapat dijadikan referensi bagi guru, kepala sekolah maupun pengawas. Untuk itu saran yang dapat kami sampaikan agar dalam pelaksanaan supervisi akademik hasilnya lebih baik, maka bagi :
1.    Guru mata pelajaran yang disupervisi oleh kepala sekolah agar dengan terbuka mengutara­kan kesulitan-kesulitan yang dialami, sehingga supervisor dapat memberikan pembinaan dan pengarahan lebih fokus pada masalah ataupun hambatan yang dialami guru selama menyusun RPP ataupun melaksanakan pembelajaran berdasarkan RPP yang sudah disusun.
2.    Kepala sekolah sebagai supervisor agar dalam pelaksanaan supervisi akademik benar-benar memperhatikan tujuan yang akan dicapai dalam melakukan supervisi, yaitu mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksana­kan tugas mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri dan mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
3.    Pengawas sekolah agar lebih meningkatkan efektivitasnya dalam membina sekolah binaannya, sehingga baik guru maupun kepala sekolah dari sekolah binaan selalu dapat meningkatkan kinerja dengan lebih baik lagi.




DAFTAR PUSTAKA

Alfonso,R.J,G.R Firth dan R.F Neville, !981, Instructional Supervision : A Behavioral System, Boston : Allyn and Bacon, Inc

Depdiknas, 2005, Standar Nasional Pendidikan, Depdiknas Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan

Dryden, Gordon & Jeannete Vos, 2002, Revolusi Cara Belajar, Bandung, Kaifa

Glickman,JM, Theory and Practice of Supervision, New York, Dodd,Mead &   Company

H.E.Mulyasa, 2009, Penelitian Tindakan Sekolah, Bandung, PT Remaja      Rosdakarya

Madya, S, 1994, Panduan Penelitian Tindakan, Yogyakarta, Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

Ratna Wilis Dahar, 1988, Teori-teori Belajar, Jakarta, Depdiknas Dirjen Dikti PPLPTK.

Roestiyah, NK, 2001, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, PT Asdi Mahasetya.

Sergiovanni, TJ, 1987, The Principalship, A Reflective Practice Perspective, Boston : Allyn and Bacon

Usman, Muh.Uzer, 1996, Menjadi Guru profesional, Bandung, Remaja Rosda Karya.

Winataputra, Udin S, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Pusat penerbitan Universitas Terbuka, Depdiknas

Winkel, WS, 1989, Psikologi Pengajaran, Jakarta, Gramedia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar