PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
BERBASIS MASALAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR DAN PENGUASAAN MATERI
IPA-BIOLOGI PADA SISWA
KELAS IXH SMP NEGERI 1 JIWAN
KABUPATEN MADIUN TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Oleh : CATUR WURI ANDAYANI
SMPN 1 JIWAN KABUPATEN MADIUN
ABSTRAK
Kata
Kunci : Pembelajaran Kontekstual Berbasis
Masalah, Prestasi Belajar
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
maju mengakibatkan suatu kurikulum tidak boleh bersifat statis melainkan harus
bersifat dinamis atau fleksibel, artinya bisa disesuaikan dengan ilmu
pengetahuan, tehnologi dan kebutuhan. Kurikulum yang sudah usang harus
diperbaiki. Sedangkan setiap pembaharuan menimbulkan banyak perubahan, begitu
pula sebaliknya perubahan akan menimbulkan pembaharuan dalam dunia pendidikan.
Rendahnya mutu
pendidikan adalah salah satu permasalahan bangsa Indonesia di bidang
pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui
berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum,
pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan
lain, dan peningkatan mutu manajemen sekolah, namun demikian, berbagai
indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang memadai.
Pada
prinsipnya untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan adanya perubahan yang
mendasar dalam penggunaan metode pembelajaran. Sebab metode pembelajaran yang
diterapkan oleh para guru sampai sekarang belum banyak yang mengalami perubahan
meskipun sudah banyak para guru yang mendapatkan pelatihan. Metode-metode
tersebut sudah saatnya diganti dengan metode baru seperti metode laboratorium, metode diskusi, metode
kerja kelompok atau metode permainan.
Telah disadari dan diketahui bahwa dalam belajar seseorang dipengaruhi
oleh banyak faktor. Faktor eksternal dan internal yang dimiliki oleh siswa satu
dengan yang lainya adalah berbeda-beda, salah satu diantaranya adalah kurangnya minat belajar siswa. Hal ini
merupakan kendala yang dihadapi seorang guru, karena guru akan merasa kesulitan
dalam menyampaikan materi pembelajaran, khususnya yang menyangkut konsep-konsep
yang esensial. Sehingga banyak guru yang mengambil jalan pintas saat mengajar,
dengan menerapkan metode pembelajaran satu arah, yaitu dengan ceramah.
Penerapan metode pembelajaran satu arah bersifat teoritis, dan siswa beranggapan pelajaran membosankan dan
tidak menarik. Sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai secara
optimal, akibatnya siswa tidak dapat menguasai materi yang disampaikan. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut di atas, diperlukan adanya reformasi penggunaan
model pembelajaran yang diterapkan oleh seorang guru. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan
adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Kontekstual, karena
pembelajaran kontekstual atau contextual
teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa,dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari (Muslich 2007: 41)
Dengan pembelajaran kontekstual ,siswa akan aktif memecahkan masalah
dengan melakukan kolaborasi dengan teman dalam kelompoknya. Suasana
pembelajaran seperti ini akan memberi peluang kepada siswa untuk dapat
membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang didapatkan karena aktifitas
siswa akan lebih bermakna bila dibandingkan dengan pengetahuan yang didapat
karena hanya sekedar menerima informasi tanpa mengalami sendiri.
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah
konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar
memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan
pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa
membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.
Apa yang
menjadikan belajar aktif ? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan
banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan,
memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan,
bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk
mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking
aloud) .Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar,
melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain.
Bukan cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu
dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan
keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan untuk bisa
memecahkan suatu masalah .
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut di
atas, maka penulis ingin melakukan
penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan pembelajaran kontekstual
berbasis masalah sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar dan penguasaan
materi pelajaran IPA-Biologi pada siswa kelas IXH SMPN 1 Jiwan tahun pelajaran
2014/2015”.
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
maju mengakibatkan suatu kurikulum tidak boleh bersifat statis melainkan harus
bersifat dinamis atau fleksibel, artinya bisa disesuaikan dengan ilmu
pengetahuan, tehnologi dan kebutuhan. Kurikulum yang sudah usang harus
diperbaiki. Sedangkan setiap pembaharuan menimbulkan banyak perubahan, begitu
pula sebaliknya perubahan akan menimbulkan pembaharuan dalam dunia pendidikan.
Rendahnya mutu
pendidikan adalah salah satu permasalahan bangsa Indonesia di bidang
pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah
dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui
berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum,
pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan
lain, dan peningkatan mutu manajemen sekolah, namun demikian, berbagai
indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang memadai.
Pada
prinsipnya untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan adanya perubahan yang
mendasar dalam penggunaan metode pembelajaran. Sebab metode pembelajaran yang
diterapkan oleh para guru sampai sekarang belum banyak yang mengalami perubahan
meskipun sudah banyak para guru yang mendapatkan pelatihan. Metode-metode
tersebut sudah saatnya diganti dengan metode baru seperti metode laboratorium, metode diskusi, metode
kerja kelompok atau metode permainan.
Telah disadari dan diketahui bahwa dalam belajar seseorang dipengaruhi
oleh banyak faktor. Faktor eksternal dan internal yang dimiliki oleh siswa satu
dengan yang lainya adalah berbeda-beda, salah satu diantaranya adalah kurangnya minat belajar siswa. Hal ini
merupakan kendala yang dihadapi seorang guru, karena guru akan merasa kesulitan
dalam menyampaikan materi pembelajaran, khususnya yang menyangkut konsep-konsep
yang esensial. Sehingga banyak guru yang mengambil jalan pintas saat mengajar,
dengan menerapkan metode pembelajaran satu arah, yaitu dengan ceramah.
Penerapan metode pembelajaran satu arah bersifat teoritis, dan siswa beranggapan pelajaran membosankan dan
tidak menarik. Sehingga tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai secara
optimal, akibatnya siswa tidak dapat menguasai materi yang disampaikan. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut di atas, diperlukan adanya reformasi penggunaan
model pembelajaran yang diterapkan oleh seorang guru. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan
adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Kontekstual, karena
pembelajaran kontekstual atau contextual
teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa,dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari (Muslich 2007: 41)
Dengan pembelajaran kontekstual ,siswa akan aktif memecahkan masalah
dengan melakukan kolaborasi dengan teman dalam kelompoknya. Suasana
pembelajaran seperti ini akan memberi peluang kepada siswa untuk dapat
membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang didapatkan karena aktifitas
siswa akan lebih bermakna bila dibandingkan dengan pengetahuan yang didapat
karena hanya sekedar menerima informasi tanpa mengalami sendiri.
Mengajar bukan semata persoalan menceritakan. Belajar bukanlah
konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar
memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan
pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa
membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.
Apa yang
menjadikan belajar aktif ? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan
banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan,
memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan,
bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk
mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking
aloud) .Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar,
melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain.
Bukan cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu
dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan
keterampilan, dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan untuk bisa
memecahkan suatu masalah.
Dengan menyadari gejala-gejala atau kenyataan tersebut di
atas, maka penulis ingin melakukan
penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan pembelajaran kontekstual
berbasis masalah sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar dan penguasaan
materi pelajaran IPA-Biologi pada siswa kelas IXH SMPN 1 Jiwan tahun pelajaran
2014/2015”.
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pembelajaran
Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi
dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai
anggota kelurga dan masyarakat (Nurhadi,2003:4).
Pembelajaran
kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran
kontekstual, yakni: kontruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar,
pemodelan dan penilaian autentik (Trianto, 2008:20).
Dalam kelas
kontekstual tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Tugas guru
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama menemukan sesuatu yang
baru bagi anggota kelas (siswa). Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa
dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi
yangsedangdipelajar.
B.
Pengajaran Berbasis Masalah
Pengajaran
berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pandekatan
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari
materi pelajaran.
Pengajaran
masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi
berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut
Ibrahim dan Nur (200: 2)), “Pengajaran berbasis masalah dikenal dengan nama
lain seperti Project-Based Teacihg (Pembelajaran Proyek), Experienced-Based
Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran
Autentik), dan Achoered Instruction (Pembelajaran berakar pada kehidupan
nyata)”.
Peran guru
dalam pengajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan
pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Secara garis besar
pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi
masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada
mereka untuk melakukan penyelidikan dan ikuiri.
1. Ciri-ciri Pengajaran
Berbasis Masalah
Pengembangan
pengajaran berbasis masalah telah mencoba menunjukkan ciri-ciri pengajaran
berbasis masalah sebagai berikut:
a) Pengajuan pertanyaan atau
masalah
b) Pengajaran berbasis
masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan
akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan
pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial
penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi
kehidupan yang nyata dan autentik, menghindari jawaban sederhana, dan
memungkinkan adanya berbagai macam solusi itu.
c) Berfokus pada keterkaitan
antar disiplin
d) Meskipun pengajaran
berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu , masalah yang
akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya
siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
2. Penyelidikan
autentik
Pengajaran
berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk
mencari pemecahan masalah nyata. Mereka harus menganalisasi dan mendefinisikan
masalah, mengembankan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan
menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat
iferensi, dan merumuskan kesimpulan.
3. Menghasilkan produk /
karya dan memamerkannya
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk
tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan
atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat
berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer
(Ibrahim & Nur, 200: 5-7).
Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama
lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama
memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas
kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
4. Tujuan Pembelajaran
dan Hasil Belajar
Hasil belajar adalah nilai yang dicapai yang telah atau dilakukan ataupun
dikerjakan. Nawawi (1981: 100) mengemukakan pengertian hasil belajar sebagai
keberhasilan murid dalam mempelajari materi pembelajaran di sekolah yang
dinyatakan dalam bentuk nilai/skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran
tertentu.
Sadly (1977: 904) mengemukakan pengertian hasil belajar adalah “Hasil
yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”.
Sedangkan AD Marimba mengatakan hasil belajar adalah kemampuan seseorang yang
secara langsung dapat diukur (1978: 143). Hasil belajar adalah hasil yang telah
dicapai, dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya. (Ali, 1987: 323). Sedangkan menurut
Sulkan Yasin, “…hasil belajar adalah hasil karya yang dicapai”. (Yasin, 1990:
249).
Dengan demikian maka pengertian hasil belajar secara keseluruhan adalah
keberhasilan yang dicapai seseorang (siswa) yang dilakukan dalam proses
belajaraa diwujudkan dalam angka-angka atau nilai-nilai dalam raport setelah
mengadakan evaluasi atau penilaian terhadap usaha belajar yang telah dilakukan
di sekolah.
Arikunto (1997: 5-7) mengemukakan bahwa penilaian hasil belajar mempunyai
makna ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
5. Makna bagi siswa
Dengan adanya
penilaian hasil belajar siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil
mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di sini ada dua kemungkinan,
yaitu:
a. Memuaskan, jika siswa
memperoleh hasil yang memuaskan, tentu siswa ingin memperoleh kepuasan lagi
pada kesempatan yang lain.
b. Tidak memuaskan, jika
siswa tidak puas dengan hasil yang diperoleh, ia akan berusaha agar lain kali
tidak akan terulang lagi.
6. Makna bagi guru
Dengan hasil penilaian, maka guru akan mengetahui
siswa yang sudah menguasai bahan maupun yang belum menguasai bahan. Dengan
demikian guru akan lebih memusatkan perhatiannya pada siswa-siswa yang belum
berhasil.
Guru akan
mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum. Jika sebagian
besar siswa memperoleh nilai jelek, mungkin metode yang digunakan belum tepat,
karena itu guru perlu mencoba metode lain dalam mengajar.
Uraian rinci
dijelaskan lebih jauh oleh Ibrahim dan Nur (2000: 7-12) berikut ini:
a. Keteramplan Berpikir dan
Keterampilan Pemecahan Masalah
b. Berbagai macam ide telah
digunakan untuk menggambarkan cara seseorang berpikir. Tetapi, apakah
sebenarnya yang terlibat dalam proses berpikir? Apakah keterampilan berpikir
itu dan terutama apakah keterampilan berpikir itu?
c. Berpikir adalah proses
yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan
penalaran.
d. Berpikir adalah proses
secara simbolik menyatakan (melalui bahasa) objek nyata dan kejadian-kejadian
dan penggunaan pernyataan simbolik itu untuk menemuan prinsip-prinsip esensial
tentang objek dan kejadian itu untuk menemukan prinsip-prinsip esensial tentang
objek dan kejadian itu.
e. Berpikir adalah kemampuan
untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi
atau pertimbangan yang seksama.
Tentang
berpikir tingkat tinggi, Resnick (1987) memberikan penjelasan sebagai berikut:
a. Berpikir tingkat tinggi
adalah nonalgoritmik, yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat
diterapan sebelumnya.
b. Berpikir tingkat tinggi
cenderung kompleks. Keseluruhan alurnya tidak dapat diamati dari satu
sudut pandang.
c. Berpikir tingkat tinggi
sering kali menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan keuntungan
dan kerugian.
d. Berpikir tingkat tinggi
melibatkan pula pertimbangan dan interpretasi.
e. Berpikir tingkat tinggi
melibatkan ketidakpastian. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas
tidak selamanya diketahui.
f. Berpikir tingkat tinggi
melibatkan banyak penerapan banya kriteria, yang kadang-kadang
bertentangan satu sama lain.
g. Berpikir tingkat tinggi
melibatkan banyak pengaturan diri tentang proses berpikir.
h. Berpikir tingkat tinggi
melibatkan pencarian makna, menemukan struktur pada keadaan yang
tampaknya tidak teratur.
i.
Berpikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada
pengerahan kerja mental besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi
dan pertimbangan yang dibutuhkan.
Meskipun
proses memiliki beberapa kesamaan antarsituasi, proses itu juga bervarisai
bergantung pada apa yang dipikirkan seseorang. Sebagai contoh, proses yang kita
gunakan untuk memikirkan IPA
berbeda dengan proses yang kita gunakan untuk memikirkan puisi.
7. Pemodelan
Peran Orang Dewasa
Resnick juga
memberikan rasional tentang bagaimana pengajaran berbasis masalah membantu
siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar tentang
pentingnya peran orang dewasa. Dalam banyak hal pengajaran berbasis masalah
bersesuaian dengan aktivitas mental di luar sekolah sebagaimana yang diperankan
oleh orang dewasa.
Pengajaran
berbasis masalah memiliki unsur-unsur belajar magang. Hal tersebut mendorong
pengamatan dan dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat
memahami peran penting dari aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar
sekolah.
Pengajaran
berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang
memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan
membangun pemahamannya tentang fenomena tersebut.
8. Pembelajaran yang Otonom dan Mandiri
Pengajaran
berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan
otonom. Bimbingan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa
untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh
mereka sendiri. Dengan begitu, siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka
secara mandiri dalam hidupnya.
9. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah
Pengajaran
berbasis masalah terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dengan guru
memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian
dan analisis hasil kerja siswa.
Tahapan
|
Tingkah Laku
Guru
|
Tahap 1
Orientasi siswa kepada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
|
Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
|
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
|
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual dan kelompok
|
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informsi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
penyelesaian dan pemecahan masalahnya.
|
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya
|
Guru membantu siwa merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagai tugas dengan
temannya.
|
Tahap 5
Menganalisa dan mengevaluasi proses
pemecahan maslah
|
Guru membantu siswa melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
|
METODE PENELITIAN
Penelitian ini
dilaksanakan di kelas
IXH SMP Negeri 1 Jiwan tahun pelajaran 2014/2015 sejumlah 25 siswa, terdiri dari 12 laki-laki dan 13 perempuan.
Penelitian
tindakan ini dilakukan dalam dua siklus materi kelangsungan
hidup makluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam dan perkembangbiakan. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2015.
Adapun rincian
tahap pelaksanaan kegiatan pembelajaran tiap siklusnya sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Kegiatan
yang dilakukan pada
tahab ini, peneliti berdiskusi
bersama observer dalam hal
persiapan instrumen yang akan digunakan untuk penelitian, yaitu
sebagai berikut:
a. Menyusun silabus pembelajaran
b. Menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual berbasis masalah
c. Sebagai alat belajar digunakan
LKS dan buku teks yang tersedia.
d Menyusun format tes yang akan
digunakan untuk mengevaluasi hasil
belajar siswa.
e. Menyusun format observasi yang
akan digunakan untuk melihat keaktifan
tiap siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan ini dilakukan oleh peneliti
sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil/dampak
dari diterapkannya Pembelajaran Kontekstual Berbasis Masalah. Adapun rincian
pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut :
SIKLUS I
a. Kegiatan Pendahuluan
1) Memberikan salam ,memimpin doa dan menanyakan
keadaan siswa
2) Memotivasi siswa dengan pertanyaan
3) Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang harus dicapai dalam belajar
b. Kegiatan
Inti
1) Guru menyampaikan inti
materi yang ingin dicapai
2) Guru memberikan
permasalahan dalam bentuk soal untuk
dikerjakan secara kelompok
3) Siswa diminta
berada dalam tatanan kelompok untuk mendiskusikan pemecahkan masalah atau atau
soal yang sudah diberikan .
4) Guru meminta siswa
berfikir tentang materi/permasalahan yang telah disampaikan secara berkelompok
5) Masing-masing
kelompok diminta mengemukakan hasil diskusinya
7) Guru memimpin diskusi kelas
8) Guru
memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki kinerja bagus
9) Guru
mengarahkan siswa membuat rangkuman sesuai dengan tujuan pembelajaran
c. Kegiatan Akhir
1) Guru memberi evaluasi (Post tes) untuk mengetahui daya
serap siswa
2) Guru menyampaikan salam penutup.
SIKLUS II
a. Kegiatan Pendahuluan
1. Memberikan salam ,memimpin doa dan
menanyakan keadaan siswa
2. Memotivasi
siswa dengan pertanyaan
3. Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran yang harus dicapai dalam belajar
b. Kegiatan Inti
1. Guru menyampaikan inti materi yang ingin dicapai
2. Guru memberikan permasalahan dalam bentuk soal untuk dikerjakan secara
kelompok
3. Siswa
diminta berada dalam tatanan kelompok untuk mendiskusikan pemecahkan masalah
atau atau soal yang sudah diberikan .
4. Guru meminta siswa
berfikir tentang materi / permasalahan yang telah disampaikan secara
berkelompok
5. Masing-masing
kelompok diminta mengemukakan hasil diskusinya
6. Guru memimpin diskusi kelas
7. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki
kinerja bagus
8. Guru
mengarahkan siswa membuat rangkuman sesuai dengan tujuan pembelajaran
c. Kegiatan Akhir
1) Guru memberi evaluasi (Post tes)
untuk mengetahui daya serap siswa
2) Guru menyampaikan salam
penutup
3. Tahap Observasi
Dalam pelaksanaan pengamatan ini,peneliti dan pengamat
melakukan tindakan pengamatan terhadap aktifitas siswa. Sebagai bahan refleksi
bagi peneliti yang bertindak sebagai guru bidang studi maka dilakukan juga
pengamatan terhadap aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung. Agar
didapat hasil pengamatan yang lebih terarah diperlukan pedoman pengamatan
melalui instrumen pengamatan berupa chek
list.
4. Tahap Refleksi
Refleksi merupakan evaluasi yang dilakukan oleh peneliti dan observer
Pada tahab ini peneliti melakukan analisa, mengkaji, melihat dan
mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan
lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat terhadap pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Hasil Refleksi ini digunakan untuk melakukan perbaikan pada
siklus berikutnya
Analisa Data
Analisa data
dilakukan selama dan setelah pengumpulan data. Hasil pengumpulan data akan
dianalisa berdasarkan kategorinya yaitu :
1. Data Hasil belajar
Data ini
diambil dengan menggunakan tes tulis (post tes) yang dilaksanakan diakhir
pertemuan. Tes yang disajikan kepada siswa berupa soal uraian . Siswa yang
telah menjalani tes dinyatakan tuntas dalam belajar jika mendapat skor minimal
82 sesuai dengan KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) mata pelajaran Biologi SMP Negeri 1 Jiwan. ntuk mengetahui
ketuntasan belajar maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
% Nilai = x 100%
Untuk mengetahui ketuntasan belajar secara klasikal
yang sekaligus untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa digunakan rumus sebagai berikut :
Ketuntasan = x 100%
2. Data keaktifan dalam KBM
Untuk mengetahui pencapaian indikator keaktifan siswa secara klasikal
dihitung dengan menggunakan rumus :
Pencapaian klasikal= x 100%
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian
siklus I, dan
siklus II diperoleh hasil dalam tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Ketuntasan
Belajar Siswa
No.
|
Siklus
|
Ketuntasan Belajar
|
|||
Tuntas
|
Tidak Tuntas
|
||||
Jml
|
%
|
Jml
|
%
|
||
1
|
Siklus I
|
15
|
60
|
10
|
40
|
2
|
Siklus II
|
23
|
92
|
2
|
8
|
Tabel 2. Keaktifan Belajar Siswa
No.
|
Aspek yang diamati
|
Ketercapaian
|
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
1
|
Keberanian siswa dalam
bertanya dan mengemukakan pendapat
|
56%
|
80%
|
2
|
Motivasi dan kegairahan
dalam mengikuti pembelajaran (meyelesaikan tugas mandiri atau tugas kelompok)
|
56%
|
72%
|
3
|
Interaksi siswa dalam mengikuti
diskusi kelompok
|
60.00%
|
84%
|
4
|
Hubungan siswa dengan
guru selama kegiatan pembelajaran
|
72.00%
|
88%
|
5
|
Hubungan siswa dengan
siswa lain selama pembelajaran (dalam kerja kelompok)
|
72.00%
|
84%
|
6
|
Partisipasi siswa dalam
pembelajaran (memperhatikan), ikut melakukan kegiatan kelompok, selalu mengikuti petunjuk guru).
|
84.00%
|
92%
|
Rata -Rata
|
66.67
|
83.33
|
Berdasarkan
tabel 1 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan pemahaman penguasaan materi
IPA-Biologi pada siswa kelas IXH SMPN 1 Jiwan Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran
2014/2015. Berdasarkan data menunjukkan terdapat peningkatan prosentase
ketuntasan belajar dari siklus I 60% menjadi 92% pada siklus II.
Sedangkan pada
tabel 2
terlihat keberanian siswa bertanya dan mengemukakan pendapat, rerata perolehan
skor pada siklus I 56 % menjadi 80% pada siklus II. Begitupun dalam
indikator motivasi dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran pada siklus I rata-rata 56 % dan pada siklus II 72 %. Dalam indikator
interaksi siswa selama mengikuti diskusi kelompok pada siklus I 60% dan pada siklus II 84%. Dalam indikator hubungan siswa dengan
guru selama kegiatan pembelajaran, pada siklus I 72 % dan pada siklus II 88%. Dalam indikator
hubungan siswa dengan siswa, pada siklus I 72% sedangkan pada siklus II 84%. Dalam indikator
partisipasi siswa dalam pembelajaraan terlihata pada siklkus I 84%, sedangkan pada
silklus II 92%.
Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas di atas
prosentase ketercapaian pada siklus pertama mengalami peningkatan yang
signifikan pada siklus kedua, maka dapat disimpulkan bahwa temuan pada
penelitian menjawab hipotesis yang dirumuskan, bahwa penerapan pembelajaran kontekstual berbasis masalah dapat meningkatkan
prestasi belajar dan penguasaan materi pelajaran IPA-Biologi pada siswa kelas
IXH SMP Negeri 1 Jiwan Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2014/2015
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran kontekstual berbasis masalah
dapat meningkatkan prestasi belajar
dan penguasaan materi IPA-Biologi pada
siswa kelas IXH SMP Negeri 1 Jiwan Kabupaten
Madiun tahun pelajaran 2014/2015
2. Penerapan pembelajaran kontekstual berbasis masalah
dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa siswa kelas IXH
SMP Negeri 1 Jiwan Kabupaten
Madiun tahun pelajaran 2014/2015
Saran
Dari
hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar IPA-Biologi
lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka
disampaikan saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran pengetahuan IPA-Biologi dapat menggunakan model kontekstual
berbasis masalah (Problem Based Learning )sebagai salah satu alternatif dalam
proses penyampaian pembelajaran di sekolah.
2. Melalui pembelajaran model
kontekstual berbasis masalah (Problem Based Learning), guru dapat dengan mudah
merespon potensi atau modalitas siswa dalam setiap kelompok belajar, apakah
tergolong kepada kelompok Visual, atau kelompok Auditorial atau kelompok
Kinestetik. Dengan demikian seorang guru yang profesional dapat elbih efektif
dapat melakuakn kegiatan proses belajar mengajar, serta dengan mudah dapat
merespon perbedaan-perbedaan potensi yang dimiliki peserta didiknya
3. Dalam rangka meningkatkan prestasi
belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode
pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana, di mana siswa nantinya dapat
menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa
berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
4. Perlu adanya penelitian
yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas
IXH SMP Negeri 1 Jiwan Kabupaten Madiun tahun pelajaran 2014/2015.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta, 2002.
Ali, Muhammad. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algesindon, 1996.
Dayan, Anto. Pengantar Metode
Statistik Deskriptif. Jakarta: Lembaga Penelitian Pendidian dan Penerangan
Ekonomi, 1972.
Djamarah, Syaiful Bahri. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineksa Cipta, 2000.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Jilid 1.
Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM1982.
Hamalik, Oemar. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindo, 2004.
Hasan, Chalijah. Dimensi-dimensi Psikologi
Pendidikan. Surabaya: Al-Ikhlas, 2004.
Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998.
Hudoyo, H. Strategi Belajar Mengajar Matematika.
Malang: IKIP Malang, 1990.
Lee, W.R. Language Teaching Games and Contests.
London: Oxfortd University Press, 1985.
Melvin, L. Siberman. Aktif Learning, 101 Cara
Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia dan Nuansa, 2004.
Riduwan. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta, 2000.
Sardiman, A.M. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara, 1996.
Satiadarma, Monty P. dan Fidelis E. Waruwu. Mendidik
Kecerdasan Pedoman Bagi Orang Tua dan Guru dalam Mendidik Anak Cerdas. Jakarta:
Pustaka Populer Obor, 2003.
Soekamto, Toeti. Teori Belajar dan Model
Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka, 1997A. Jalil, 2006 Pembelajaran dan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Siswa Kelas VIII SMP Negeri IV Malang Pada Konsep system Hormon
Tahun Pelajaran 2004/2005. Tesis tidak dipublikasikan, Universitas Negeri
Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar