Selasa, 01 Desember 2015

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKN MELALUI METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER PADA SISWA KELAS VII A SEMESTER GENAP SMP NEGERI 2 KEBONSARI KABUPATEN MADIUN TAHUN PELAJARAN 2014/2015


MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKN MELALUI METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER
PADA SISWA KELAS VII A SEMESTER GENAP SMP NEGERI 2 KEBONSARI KABUPATEN MADIUN TAHUN PELAJARAN 2014/2015


Oleh : Dra. SRI TAKARYATI, SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun


ABSTRAK
Kata Kunci : PKn, Kooperatif Numbered Head Together

Sudah seyogyanya kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbahkan siswa. Siswa bukan sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan  muatan-muatan  informasi  apa saja yang dianggasp perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesame siswa  yang lainnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran  oleh rekan sebaya (peer teaching)  ternyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru.. system pengajaran   yang memberikan  kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesame siswa dalam tugas –tugas yang terstruktur disebut sebagai system “ pembelajaran gotong royong” atau  cooperative learning” Dalam  system ini, guru bertindak sebagai fasilitator.
Penelitian ini berdasarkan permasalahan (a) Apakah pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together berpengaruhi terhadap hasil belajar PKn? (b)  seberapa tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran PKn  dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah (a) ingin mengetahui pengaryh pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together terhadap hasil belajar pelajaran PKn  setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)  sebanyak dua putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap  yaitu : rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas  VII A SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2014/2015. Data yang diperoleh berupa hasil tes evaluasi, lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II, yaitu siklus I sebesar 72,95 (ketuntasan belajar 59,09%) dan siklus II sebesar 84,55 (ketuntasan belajar 95,45%).
Simpulan dari  penelitian ini adalah metode pembelajaran kooperatif dapat berpengaruh positif terhadap prestasi dan motivasi belajar siswa kelas  VII A SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2014/2015 serta model pembelajarasn  ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative pembelajaran PKn.


PENDAHULUAN


Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Kita tidak bisa lagi mempertahankan  paradigma lama tersebut. Teori, penelitian dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar membuktikan bahwa para guru sudah harus mengubah  paradigma pengajaran. Kita perlu  menelaah kembali praktik-praktif pembelajaran di sekolah-sekolah . peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk  berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan  tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah.
Ada persepsi umum yang sudah  berakar dalam dunia  pendidikan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah  merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi  dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya  dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi, lebih celaka lagi siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengajar nilai-nilai tes  dan ujian yang tinggi.
Tampaknya perlu adanya perubahan dalam menelaah proses belajar siswa interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanya kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain  itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang  lainnya. Bahkan banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (pear teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. System pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut  sebagai system “ pembelajaran gotong royong” atau cooperative  learning. Dalam system ini, guru bertindak sebagai fasilitator.
Ada beberapa alas an penting mengapa system pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi social, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.
Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak terlampau asing dan mereka  telah sering menggunakannya dan mengenalnya  sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugaskan para siswa untuk bekerja dalam kelompok.
Sayangnya, metode kerja kelompok sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan negative memang bermunculan dalam pelaksanaan metode kerja kelompok. Jika kerja kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka. Akibatnya metode kerja kelompok yang seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan  dan kemampuan bekerja sama, justru bisa berakhir dengan ketidakpuasan dan kekecewaan. Bukan hanya guru dan siswa yang merasa pesimis  mengenai penggunaan metode kerja kelompok, bahkan kadang-kadang orang tua pun merasa was-was jika anak mereka dimasukkan dalam satu kelompok dengan siswa lain yang dianggap kurang seimbang.
Berbagai dampak negative dalam menggunakan metode kerja kelompok tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian  dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang diperkenalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning  bukan sekedar kerja kelompok melainkan pada penstrukturannya, jadi system pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsure pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerjasama dan proses kelompok.
Kekawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam menggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada system akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.
Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk melihat pengaruh pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together terhadap  prestasi belajar siswa dengan mengambil judul “Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together pada Siswa Kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B. Rumusan Masalah
Merujuk  pada uraian latar belakang di atas  dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:
1.  Apakah pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together berpengaruh terhadap hasil belajar PKn  siswa kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun tahun pelajaran 2014/2015?
2.  Seberapa  tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran PKn dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together  pada siswa kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun tahun pelajaran 2014/2015?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan  atas rumusan masalah di atas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1.  Ingin mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif model Numbered Head  Together terhadap hasil belajar PKn  siswa kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun tahun pelajaran 2014/2015.
2.  Ingin mengetahui bagaimanakah pemahaman dan penguasaan mata pelajaran PKn  setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together  pada siswa kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun tahun pelajaran 2014/2015?

D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang berjudul “Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together pada Siswa Kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2014/2015” yang dilakukan oleh peneliti, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Ada peningkatan prestasi belajar PKn melalui metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together pada siswa kelas VII A Semester Genap SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun tahun pelajaran 2014/2015.

E. Manfaat Hasil Penelitian
1.  Hasil dan temuan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang   pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together dalam Pembelajaran PKn.
2.  Sebagai penentuan kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran PKn.
3.  Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa.
4.  Dapat meningkatkan motivasi belajar dan melatih sikap social untuk saling peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam  mencapai tujuan belajar.
5.  Menambah pengetahuan dan wawaan penulis tentang peranan guru PKn  dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar PKn.
6.  Sumbangan pemikiran bagi guru PKn  dalam mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar PKn.

KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar PKn
1.  Pengertian
Di dalam istilah hasil belajar, terdapat dua unsur di dalamnya, yaitu unsur hasil dan unsur belajar. Hasil merupakan suatu hasil yang telah dicapai pelajar dalam kegiatan belajarnya (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya) sebagaimana dijelaskan dalam kamus besar bahasa Indonesia (1995:787). Dari pengertian ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Belajar itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau memaknai sesuatu yang diperoleh. Akan tetapi apabila kita bicara tentang hasil belajar, maka hal itu merupakan hasil yang telah dicapai oleh si  pelajar.
Istilah hasil belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi belajar. Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian  prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil belajar dianggap sama dengan pengertian prestasi belajar. Akan tetapi lebih dahulu sebaiknya kita simak pendapat yang mengatakan bahwa hasil  belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.
Nawawi (1981:100) mengemu­ka­kan pengertian hasil adalah sebagai berikut: keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977:904) yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar sebagai berikut “hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa “hasil adalah kemampuan seseorang atau  kelompok yang secara langsung dapat diukur”
Menurut Nawawi (1981:127) berdasarkan hasil belajar dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a.  Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecakapan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat.
b.  Hasil belajar  yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan.
c.  Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.

2. Faktor-faktor yang Mempenga­ru­hi Hasil  Belajar
Sejak  awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahasa mengenai bagaimana mencapai hasil belajar yang efektif. Para pakar bidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar . dengan diketahuinya faktor-faktor  yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para pelaksana maupun pelaku kegiatan belajar dapat memberi investasi positif untuk meningkatkan hasil belajar yang eksternal.
a.  Faktor Internal
Faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya disbanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah.
Faktor psikologis yaitu yang mendorong atau memotivasi belajar. Faktor-faktor tersebut diantaranya:
-    Adanya  keinginan untuk tahu
-    Agar mendapatkan simpat dari orang lain.
-    Untuk memperbaiki kegagalan
-    Untuk mendapatkan rasa aman
b.  Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor dari luar diri anak  yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah dan masyarakat.
1.  Faktor yang berasal dari orang tua
Faktor yang berasal dari orang tua ini utamanya adalah sebagai cara mendidik orang tua terhadap anaknya. Dalam hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua  mendidik secara demokratis, pseudo demokratis, otoriter atau cara  laisses faire. Cara atau tipe mendidik yang demikian masing-masing mempunyai kebaikannya dan ada pula kekurangannya.
Menurut hemat peneliti, tipe mendidik sesuai dengan kepemimpinan Pancasila lebih baik dibandingkan tipe-tipe diatas. Karena orang tua dalam mencampuri belajar anak tidak akan masuk terlalu dalam.
Prinsip kepemimpinan Pancasila sangat manusiawi, karena orang tua akan bertindak  ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani. Dalam kepemimpinan Pancasila ini berarti orang tua melakukan kebiasaan-kebiasaan yang positif kepada anak untuk dapat diteladani. Orang tua juga selalu memperhatikan anak selama belajar baik langsung maupun tidak langsung, dan memberikan arahan-arahan manakala akan melakukan tindakan yang kurang tertib dalam belajar.
Dalam kaitan dengan hal ini, Tim Penyusun  Buku Sekolah Pendidikan Guru Jawa Timur (1989:8) menyebutkan, “ Di  dalam pergaulan di lingkungan keluarga hendaknya berubah menjadi situasi pendidikan, yaitu bila  orang tua memperhatikan anak, misalnya anak ditegur dan diberi pujian….” Pendek kata, motivasi, perhatian, dan kepedulian orang tua akan memberikan semangat untuk belajar bagi anak.
2.  Faktor yang berasal dari sekolah
Faktor yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar anak, yaitu yang menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan anak memusatkan perhatiannya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketrampilan, kemampuan dan kemauan belajar anak tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk membimbing anak dalam belajar.
3.  Faktor yang berasal dari masyarakat
Anak tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Faktor yang bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendali­kan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempe­nga­ruhinya.
Selain beberapa faktor internal dan eksternal di atas, faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat disebutkan sebagai berikut:
1)  Minat
Seorang yang tidak berminat mempelajari sesuati tidak akan berhasil dengan baik, tetapi kalau seseorang memiliki minat terhadap objek masalah maka dapat diharapkan hasilnya baik. Masalahnya adalah bagaimana seorang pendidik selektif dalam menentukan atau memilih masalah atau materi pelajaran yang menarik siswa. Berikutnya mengemas materi yang dipilih  dengan metode yang menarik. Karena itu pendidik/pengajar perlu mengenali karakteristik siswa, misalnya latar belakang social ekonomi, keyakinan, kemampuan dan lain-lain.
2)  Kecerdasan
Kecerdasan memegang peranan penting dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang. Orang pada umumnya lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas. Berbagai penelitian  menunjukkan hubungan  yang erat antara tingkat kecerdasan dan hasil belajar di sekolah (Sumadi, 1989:11)
3)  Bakat
Bakat merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi yang perlu dilatih dan dikembangkan agar dapoat terwujud (Utami, 1992:17). Bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Selain kecerdasan bakat merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar (Sumadi, 1989:12). Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya akan memperbesar kemungkinan untuk berhasil.
4)  Motivasi
Motivasi merupakan dorongan yang kuat pada diri anak untuk melakukan sesuatu tindakan. Besar kecilnya motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin dipenuhi (Arikunto, Suharsimi, 1993:88). Ada dua macam motivasi yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang bersangkutan. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh rangsangan dari luar atau motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, misalnya angka, ijazah, tingkatan, hadiah, persaingan, pertentangan, sindiran, cemoohan dan hukuman. Motivasi  ini tetap diperlukan di sekolah karena tidak semua  pelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
Dengan memililki kemampuan pada suatu mata pelajaran, baik itu pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang mampu dikembangkan, siswa diharapkan dapat menggali kemampuan-kemampuan tersebut dalam menghadapi masalah-masalah dalam berbagai bidang pelajaran. Kemampuan bernalar, maupun kemampuan menerima dan mengemukakan suatu informasi secara tetap dan cermat merupakan kemampuan umum yang  dapat digunakan dalam berbagai bidang.

B. Pengajaran Kooperatif
Pengajaran kooperatif (Cooperative Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekeja sama dalam memaksimalkan kondisi dalam mencapoai tujuan belajar (Houlobee, 2001)
1.  Pengertian Pempelajaran Kooperatif
Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang historis serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan. Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.
Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia  harus menjadi makhluk social, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya . karena satu sama lain saling membutuhkan  maka harus ada interaksi yang silih asih ( saling menyayangi dan mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa.
Perbedaan antar  manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antara sesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asih (saling tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi  yang silh asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa “ pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antara sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.”
2.  Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu system yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam   pembelajaran kooperatif adalah adanya (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan social yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000:78-790)

C. Model Numbered Head Together
Model ini dikembangkan oleh Spancer Kagan (1993) dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut.
     Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur 4 langkah sebagai berikut:
1.  Langkah 1 penomoran (Numbering). Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga  tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang berbeda.
2.  Langkah 2- Pengajaran pertanyaan  (Questioning) Guru mengajukan suatu  pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. Contoh pertanyaan yang bersifat spesifik adalah “ di mana letak kerajaan  tarumanegara?” sedangkan contoh pertanyaan  yang bersifat umum adalah “ Mengapa Diponegoro memberontak kepada pemerintah Belanda?”
3.  Langkah 3- Berpikir Bersama (Head Together)  Para  siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
4.  Langkah 4- Pemberian Jawaban (Answering)  Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
A. Tempat, Waktu dan Subjek  Penelitian
1.  Tempat  Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data  yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 2 Kebonsari Kabupaten Madiun.
2.  Waktu Penelitian
Waktu  penelitian adalah waktu yang berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015.
3.  Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas VII A tahun pelajaran 2014/2015 pada kompetensi dasar Mendiskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM.

B.   Rancangan Penelitian
Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan  pada masyarakat yang bersangkut­an (Arikunto Suharsimi 2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi  antara penelitian dengan anggota  kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah satu strategi pemecahana masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk pross pengembangan inovatif yuang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi  dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya pihak-pihak yang teribat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.
Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut :
1.  Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu  ditangani serta dalam jangkjauan kewarganegaraan peneliti untuk melakukan perubahan.                                                      
2.  Kegiatan  penelitian, baik interensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.
3.  Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien artinya terpilih dengan  tepat sasaran dan tidakj memboroskan waktu dana dan tenaga.
4.  Metodologi  yang digunalkan harus jelas, rinci dan  terbuka, setiap langkah dari tindakana dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.
5.  Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going) mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapta berhenti tetapi  menjadi tantangan sepanjang waktu (Arikunto, Suharsimi, 2002:82:82)
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih  yaitu penelitian tindkaan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian  tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.
Penjelasan alur diatas adalah:
1.  Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk di dalamnya instrument penelitian dan perangkat pembelajaran.
2.  Kegiatan dan pengamatan meliputi tindakan  yang dilakukan oleh  peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together.
3.  Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
4.  Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya:
Observasi dibagi dalam dua putaran, yaitu putaran 1 dan 2 dimana masing-masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu kompetensi dasar yang diakhiri dengan tes evaluasi di akhir masing-masing putaran. Siklus ini berkelanjutan dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.

C.   Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang fungsinya adalah (1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu : (2) untuk menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai dan (3) untuk memperoleh suatu nilai (Arikunto, Suharsimi, 2002:149). Sedangkan tujuan dari tes adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara individu maupun secara klasikal. Disamping itu untujk mengetahui letak kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa sehingga dapat dilihat dimana kelemahan, khususnya pada bagian mana TPK  yang belum tercapai. Untuk  memperkuat data yang di kumpulkan maka juga digunakan metode observasi (pengamatan )  yang dilakukan oleh teman sejawat untuk mengetahui dan merekam aktivitas guru dan siswa  dalam proses belajar mengajar.

D.   Analisis Data
Dalam rangka menyusun dan mengelola data yang terkumpul sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada metode observasi digunakan data kuantitatif. Cara perhitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
1.  Merekapitulasi hasil tes
2.  Menghitung  jumlah  skor yang tercapai dan prosentasenya  untuk masing-masiong  siswa  dengan menggunakan rumus ketuntasan belajar seperti  yang terdapat dalam buku petunjuk teknis penilaian yaitu siswa dikatakan tuntas secara individual jika mendapatkan nilai minimal 75, sedangkan secara  individual mencapai 85% yang telah memcapai daya serap lebih dari sama dengan 75%.
3.  Menganalisis hasil observasi yang dilakukan oleh teman sejawat pada aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data penelitian diperoleh dari data observasi berupa pengamatan pengelolaan metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together dan pengamatan aktivitas guru dan siswa  pada setiap siklus dan hasil tes .
Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data  pengamatan pengelolaan metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together   yang digunakan untuk pengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas guru dan siswa.
Data tes evaluasi untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together.

Hasil Penelitian
1.  Siklus I
a.  Tahap Perencanaan
Pada  tahap  ini peneliti mempersiapkan pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes evaluasi 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pembelajaran kontekstual model Numbered Head Together dan lembar observasi aktivitas siswa.

b.  Tahap kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 24 Maret 2015 di kelas VII A dengan jumlah siswa 22 siswa. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Sebagai acuan implementasi tindakan yang dipilih pada konsep tersebut dipelajari dan diidentifikasi, maka guru menyusun rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran ini memuat:
1)    Pengalaman belajar dengan konsep kajian pustaka
2)    Sistem pembelajaran dengan cara siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 6-7 orang siswa dengan salah seorang menjadi ketua sehingga terbentuk menjadi  3 kelompok. Langkah-langkahnya :
a.     Setiap siswa diberi nomor berkepala untuk dipasang.
b.    Siswa yang mendapat nomor kepala yang sama diminta berkumpul untuk membentuk kelompok, selanjutnya memilih ketua.
3)    Dalam satu kelompok tersebut diberi permasalahan yang terkait dengan pokok bahasan yang mengarah pada kemampuan dasar tertentu dalam hal ini kompetensi dasar Mendiskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM.
4)    Kemudian masing-masing kelompok mengidentifikasikan permasalahan dengan sesama temanya untuk membahas materi yang telah dipegang sesuai dengan topik yang dihadapi.
5)    Semua kelompok diminta untuk mengungkapkan hasil pembahasannya dalam tanya jawab di kelas kelas
6)    Guru memberikan penekanan dan kesimpulan pada akhir diskusi terkait dengan Mendiskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM.

c. Hasil observasi
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes evaluasi I dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut :

Hasil rata-rata prestasi belajar = 72,95
Ketuntasan belajar siswa = 59,09%

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa melalui pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together diperoleh hasil rata-rata prestasi belajar siswa adalah 72,95, dan ketuntasan belajar baru mencapai 59,09% atau baru ada 13 siswa sudah tuntas belajar. Pada siklus I secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 59,09% lebih kecil dari prosentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar  85%.
Aktivitas guru yang paling dominan pada siklus I adalah menjelaskan materi yang sulit, membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep yaitu 20% dan 18%. Aktivitas lain yang persentasenya cukup besar adalah memberi umpan balik/evaluasi/Tanya jawab, menjelaskan materi yang sulit dan  membimbing siswa merangkum pelajaran yitu  masing-masing sebesar 13% dan 10% dan 10%. Sedangkan aktivitas siswa  yang paling dominant adalah mengerjakan / memperhatikan penjelasan guru yaitu 19%. Aktivitas lain yang persentasenya cukup besar adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok, diskusi antar  siswa  dengan guru, dan membaca bukup yaitu masing-masing 20%, 14% dan 11%.
   Pada siklus I, secara garis besar kegiatan belajar mengajar dengan metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together sudah dilaksanakan dengan baik, walaupun peran guru masih cukup dominant   untuk memberikan penjelasan dan arahan karena model tersebut masih dirasakan baru oleh siswa.

d.  Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1.  Perlu lebih intensif dalam pemotivasian dan penyampaian tujuan pembelajaran.
2.  Perlu lebih efektif dalam pengelolaan waktu
3.  Siswa kurang aktif selama pembelajaran berlangsung dan angota kelompok
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1.  Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa an lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.
2.  Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan.
3.  Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bias lebih antusias.
         
2.  Siklus II
a.  Tahap perencanaan
Pada tahap in peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes evaluasi 2 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan pembelajaran kontekstual model Numbered Head Together dan lembar observasi siswa.

b.   Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 1 April 2015 di kelas VII A dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalahan atau kekuarangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Sebagai acuan implementasi tindakan yang dipilih pada konsep tersebut dipelajari dan diidentifikasi, maka guru menyusun rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran ini memuat:
1)    Pengalaman belajar dengan konsep kajian pustaka
2)    Sistem pembelajaran dengan cara siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa dengan salah seorang menjadi ketua sehingga terbentuk 4 kelompok.
Langkah-langkahnya :
a.     Setiap siswa diberi nomor berkepala untuk dipasang.
b.    Siswa yang mendapat nomor kepala yang sama diminta berkumpul untuk membentuk kelompok, selanjutnya memilih ketua.
3)    Dalam satu kelompok tersebut diberi permasalahan yang terkait dengan pokok bahasan yang mengarah pada kemampuan dasar tertentu dalam hal ini kompetensi dasar Mendiskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM.
4)    Kemudian masing-masing kelompok mengidentifikasikan permasalahan dengan sesama temanya untuk membahas materi yang telah dipegang sesuai dengan topik yang dihadapi.
5)    Semua kelompok diminta untuk mengungkapkan hasil pembahasannya dalam tanya jawab di kelas kelas
6)    Guru memberikan penekanan dan kesimpulan pada akhir diskusi terkait dengan Mendiskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM.

c. Hasil observasi
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes evaluasi II dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada    siklus II adalah sebagai berikut:
Hasil rata-rata prestasi belajar      = 84,55
Ketuntasan belajar siswa =  95,45%
Melalui pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together diperoleh hasil rata-rata prestasi belajar siswa adalah 84,55, dan ketuntasan belajar mencapai 95,45% atau sudah ada 21 siswa sudah tuntas belajar. Pada siklus II secara klasikal siswa tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar 95,45% lebih besar dari prosentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85% walaupun masih ada 1 siswa masih dibawah KKM.
Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas guru dan siswa seperti pada tabel berikut :
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa aktivitas guru yang paling dominant pada siklus II adalah menjelaskan materi yang sulit dan memberikan umpan balik yaitu masing-masing 18%, kemudian menyampaikan langkah-langkah strategis yaitu 12%. Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominant pada siklus II adalah Bekerja dengan sesama anggota kelompok, mendengarkan penjelasan guru, membaca buku dan diskusi antar siswa dengan guru yaitu 20%, 18%,16% dan 15%.
Hasil ini menunjukkan  bahwa pada siklus II ini ketuntaan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari  siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru  menginformaskan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together
d.  Refleksi
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1.  Memotivasi siswa
2.  Membimbing  siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep
3.  Pengelolaan waktu
Pada siklus II guru telah menerapkan pembelajaran kontekstual model  Numbered Head Together dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yuang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan pembelajaran kontekstual model Numbered Head Together dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

B. Pembahasan
1.  Prestasi  Belajar Siswa pada siklus 1 dan siklus 2
Melalui hasil  penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual model Numbered Head Together memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (prestasi belajar meningkat dari siklus I dan II) yaitu masing-masing 72,95 (ketuntasan belajar 59,09%) untuk siklus I dan siklus II sebesar 84,55 (ketuntasan belajar 95,45%). Pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelo­la Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi belajar siswa yaitu  dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata—rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

Tabel 4.5
Perbandingan Nilai Rata-rata dan Prosentase Ketuntasan


Silus I
Siklus II
Rata-rata
72,95
84,55
Prosentase
59,09%
95,45%


Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah kegiatan  belajar mengajar dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, menjelaskan materi yang sulit, memberikan umpan balik/evaluasi/Tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.
3.  Aktivitas Siswa  dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses  pembelajaran PKn pada kompetensi dasar Mendiskripsikan kasus pelanggaran dan upaya penegakan HAM dengan pembelajaran kontekstual model Numbered Head Together yang paling dominant adalah belajar dengan sesama anggota kelompok, mendengarkan / memperhatikan penjelasan guru dan diskusi antara siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
                 
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama dua siklus hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut
1.  Metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan prestasi dan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I sebesar 72,95 (ketuntasan belajar 59,09%) dan siklus II sebesar 84,55 (ketuntasan belajar 95,45%).
2.  Siswa  dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok, serta mampu mempertanggung jawabkan segala tugas individu maupun kelompok.
3.  Penerapan pembelajaran kontekstual model Numbered Head Together mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi, minat, dan partisipasi belajar siswa.

Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar PKn lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1.  Untuk melaksanakan metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan pembelajaran kontektual model Numbered Head Together dalam proses  belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.
2.  Dalam rangka meningkatkan  prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut.
4.  Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.





DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad, 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru Algesindo
Arikunto, Suharsimi. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud Dirjen Dikti
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta Rineka Cipta
Arikunto, suharsimi. 2001 . Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta. Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta; Rikena Cipata
Azhar, lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta Usaha Nasional
Combs, Arthur. W. 1984. The  Profesional Education of Teacher. Alin and Bacon, Inc. Boston
Dareos, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang; Aneka Ilmu
Dayan, Anto. 1972.  Pengantar Metode  Statistik Deskripsi. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta Rineksa Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Sinar Baru
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Hamalik, Oemar. 1999. Kurikulum dan Pembelajaran . Jakarta : PT. Bumi Aksara
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung Sinar Baru Algesindo.
Hasibuan. J.J dan Moerdjiono. 1998  Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya
Margono, 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta Rineksa Cipta
Masriyah. 1999 Analisis Butir  Tes. Surabaya: Universitas Press
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung PT. Remaja Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian  Siswa  Untuk Belajar. Surabaya University Press Universitas Negeri Surabaya.
Puerwodarminto, 1991. Strategi Belajar Mengajar . Jakarta  Bina Aksara
Rustiyah, N.K. 1991 Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara
Sardiman, A.M. 1996  Interaksi dan Motivasi Belajar mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan . Jakarta: Bina Aksara
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, universitas Terbuka.
Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendikia
Surakhmad, Winarno, 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung : Jemmars
Suryabrata, Sumadi . 1990. Prikologi Pendidikan. Yogyakara: Andi Offset
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.
Syah, Muhibbin, 1995. Psikologi Pendidikan , Suatu Pendekatan Baru. Bandung; Remaja Rosdakarya
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung. Remaja Rosdakarya.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar